JAKARTA (IndoTelko) - Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (H3I/Tri) resmi merger setelah Ooredoo dan dan CK Hutchison Holdings Limited akhirnya memutuskan penggabungan kedua operator seluler di Indonesia usai masa penjajakan sejak Desember 2020.
Penyelesaian transaksi akan tunduk pada persetujuan Grup Ooredoo, CK Hutchison, pemegang saham Indosat Ooredoo, persetujuan peraturan dan syarat dan ketentuan adat lainnya. Dengan asumsi semua persetujuan diterima, kombinasi yang diusulkan diharapkan akan selesai pada akhir tahun 2021.
Lalu akankah nila merger sebesar US$6 miliar atau setara Rp85,62 triliun ini akan terasa dampaknya langsung oleh masyarakat?
Chief Operating Officer Indosat Ooredoo Vikram Sinha mengungkapkan untuk saat ini tidak ada dampak yang berarti kepada layanan pelanggan. "Ini sangat penting bahwa kami ingin fokus yang tepat pada pengalaman pelanggan dan juga membangun efisiensi," ujar Vikram, Jumat (17/9).
Menurutnya, pengalaman layanan pelanggan menjadi tugas prioritas, baik Indosat-Tri maupun kini menjadi Indosat Ooredoo Hutchison.
"Saya katakan prioritas nomor satu adalah pelanggan kami, Anda tahu, jika pelanggan kami senang mereka akan semuanya baik-baik saja," ungkapnya.
Dengan penggabungan dua entitas ini, Indosat Ooredoo Hutchison akan memanfaatkan pengalaman dan keahlian Ooredoo Group dan CK Hutchison dalam hal jaringan, teknologi, produk, serta layanan. Indosat Ooredoo Hutchison juga memanfaatkan operasi multinasional Ooredoo Group dan CK Hutchison yang tersebar di pasar Eropa, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Pasifik.
Sementara terkait nasib frekuensi yang dimiliki kedua operator, Vikram Sinha mengungkapkan nasib frekuensi yang dimilikinya tidak bisa disamakan dengan XL Axiata yang mengakusisi Axis.
Pada 2014 lalu XL Axiata mencaplok Axis. Namun ketika itu, frekuensi yang dipunya Axis dikembalikan kepada negara kemudian dilakukan lelang frekuensi.
Saat ini Tri menggunakan frekuensi sebesar 25 MHz yang tersebar di 1800 (10 MHz) dan 2100 MHz (15MHz). Adapun Indosat menggunakan frekuensi sebesar 47,5 MHz yang tersebar di 850 (2,5 MHz), 900 (10 MHz), 1800 (20 MHz) dan 2100 MHz (15 MHz). Jika frekuensi tetap dikelola oleh entitas gabungan kedua perusahaan maka frekuensi yang dikantongi menjadi 72,5 MHz
"Pada saat XL dan Axis, regulasi dan hukum saat itu berbeda dengan sekarang. Setelah (disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja) Omnibuslaw, semuanya berubah," katanya.
Lebih lanjut, Vikram menjelaskan bahwa saat pandemi virus Corona (COVID-19) terjadi dalam hampir dua tahun terakhir, sektor telekomunikasi berperan penting bagi pemerintah dan masyarakat luas.
"Itu sebabnya, Omnibuslaw mendukung para pemegang saham agar yakin dan siap untuk berinvestasi. Jadi, ini jangan disamakan dengan XL-Axis," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate mengungkapkan bahwa penggunaan seluruh spektrum dimungkinkan oleh peraturan yang berlaku sesuai dengan hasil evaluasi yang akan dilakukan oleh tim Kominfo.
Sementara Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi mengatakan, dengan merger Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (H3I/Tri), maka Indosat Ooredoo Hutchison akan head to head dengan Telkomsel. "Merger ini merupakan game changer kompetisi di bisnis seluler. Telkomsel akan head to head dengan Indosat Ooredoo Hutchinson," kata Heru Sutadi.
Hanya saja, Heru menggarisbawahi bahwa Indosat Ooredoo Hutchison tidak lantas dengan mudah menggeser Telkomsel menguasai pasar telekomunikasi Indonesia.
"Kalau operator gabungan dianggap bisa mengalahkan Telkomsel, tidak semudah itu dan jalannya masih panjang. Telkomsel sudah begitu kuat menguasai separuh bisnis seluler," ucapnya.(wn)