telkomsel halo

Antisipasi `Perang Udara` selama Pilpres 2024

09:43:00 | 05 Nov 2023
Antisipasi
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tak lama lagi mulai memasuki kampanye. Ruang publik, terutama media sosial (Medsos) mulai panas oleh informasi yang disebarkan “pasukan udara” kontestan.

Pemanfaatan media sosial atau mainstream menjadi salah satu andalan para kontestan karena menyadari masyarakat kian mudah terpapar infromasi melalui platform tersebut.

Sayangnya, ditengah tingginya arus informasi masih ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi untuk menyebarkan hoaks.

Menjelang Pemilu, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengidentifikasi total 101 isu hoaks yang beredar mengenai Pemilu sejak Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023.

Angka ini naik drastis, karena sepanjang 2022 hanya terhadap 10 hoaks Pemilu, namun sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 91 isu hoaks Pemilu. Berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibandingkan tahun lalu.

Penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform facebook yang Meta kelola. Kominfo telah mengajukan take down 454 konten kepada pihak Meta.

Kominfo telah menyiapkan beberapa langkah strategis dalam memberantas hoaks mengenai Pemilu 2024.

Langkah itu mulai dari peningkatan kesadaran masyarakat, penanganan konten hoaks bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial serta peningkatan patroli siber.

Selanjutnya, melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan penyelenggara platform media sosial untuk mengidentifikasi dan menangani penyebaran konten hoaks Pemilu. Ketiga, meningkatkan upaya patroli siber dan penerimaan aduan masyarakat terkait hoaks Pemilu.

Terakhir, Kominfo sudah membentuk Satgas Anti Hoaks agar setiap informasi keliru baik berkategori hoaks, disinformasi, maupun misinformasi semuanya dilabeli stempel hoaks.

Kominfo pun mulai mewaspadai pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) digunakan dalam menciptakan hoaks belajar dengan munculnya video Presiden Joko Widodo berpidato berbahasa China yang memanfaatkan deepfake.

Di tengah kemajuan teknologi yang semakin canggih, penggunaan deepfake kini menjadi kekhawatiran baru dalam ranah politik. AI bisa mengubah konten asli ke dalam bahasa lain atau bahkan menggantikan wajah seseorang dalam rekaman video.

Dalam menanggapi fenomena deepfake ini, masyarakat diingatkan untuk selalu memastikan keaslian informasi sebelum mempercayai dan/atau menyebarluaskannya. Fenomena deepfake semakin menunjukkan bahwa era teknologi saat ini membutuhkan kecerdasan dan kehati-hatian dalam mengonsumsi konten digital.

Netralitas
Hal lain yang harus diperhatikan adalah masalah netralitas dari pengelola platform media sosial seperti X, Meta, TikTok, hingga chatbot kecerdasan buatan (AI).

Para pengelola platform perlu diawasi agar bersifat netral dan tidak menghadirkan data yang mengarah pada pasangan calon tertentu.

Produsen chatbot AI atau pemilik platform medsos harus memastikan database yang menjadi panduan kecerdasan buatan tersebut tetap berimbang. Terutama mengingat database perusahaan AI yang cenderung bersifat privat. Platform juga dapat mengantisipasi adanya misinformasi dengan memperhatikan pola jawaban yang dilayangkan pengguna.

Disini peran Kominfo dan aparat penegak hukum sangat penting untuk aktif mengawasi semuanya agar suasana di dunia maya tetap kondusif selama pesta demokrasi.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year