JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), berupaya mewujudkan nawacita Presiden Joko Widodo membangun Indonesia dari pinggiran dan memperkuat desa-desa dalam kerangka negara kesatuan. Dari Java centris jadi pembangunan Indonesia centris.
Penyediaan infrastruktur serta layanan telekomunikasi dan informatika, menjadi tugas BAKTI. BAKTI menggunakan dan mengelola dana dari Universal Service Obligation (USO) untuk penyediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi. Salah satu proyek terbesarnya adalah penyediaan akses internet di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang dianggap tidak layak secara bisnis.
Untuk mendukung akselerasi akses internet di Indonesia, BAKTI Kominfo terus membangun infrastruktur di daerah-daerah prioritas. Melalui berbagai program inisiatif di antaranya layanan akses internet, penyediaan BTS, Palapa Ring, dan satelite multifungsi. Penyediaan sinyal 4G dan akses internet tidak hanya fokus di kawasan Urban, tetapi juga di pelosok desa pemukiman, serta wilayah 3T.
Tak sekedar menyelenggarakan dan menebar sinyal di kawasan tersebut, BAKTI juga melakukan pengawasan akan kerja BTS-BTS tersebut,baik kerusakan, gangguan dan lain sebagainya.
Ditegaskan Dirut BAKTI Kominfo, Fadhilah Mathar, BAKTI Kominfo tentunya akan melaksanakan apa yang menjadi amanat Presiden Republik Indonesia agar semua program nasional yang dikelola BAKTI tetap berjalan dan diselesaikan melalui tata kelola yang mengacu pada prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan kepatuhan pada seluruh perundang-undangan.
"Proyek (Palapa Ring) saat ini sudah selesai dilaksanakan dan mampu memeratakan akses dan harga dari layanan internet cepat (broadband) di seluruh kota/kabupaten di Indonesia. "Proyek Palapa Ring merupakan proyek backbone infrastruktur telekomunikasi serat optik di seluruh Indonesia sepanjang 36.000 kilometer yang menjangkau 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia," jelas Fadhilah yang akrab dipanggil Indah ini.
Ia pun menegaskan komitmen BAKTI menuntaskan pembangunan BTS 4G di daerah 3T tahun ini, yang sebelumnya disebut Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie pembangunannya telah mencapai 96%.
"Kami akan berupaya sekuat tenaga menyelesaikan pembangunan proyek-proyek strategis BAKTI dan memastikan tercapaimya pemerataan konektivitas khususnya di wilayah wilayah 3T, serta mengatasi kesenjangan digital di Indonesia," katanya.
Pemerataan konektivitas di wilayah 3T tentunya sangat dinanti masyarakat di kawasan tersebut. Bakti menjadi pihak yang diharapkan bisa membuat mimpi masyarakat di kawasan 3T menjadi nyata. Mimpi bisa melihat dunia luar, "jalan-jalan" ke berbagai negara secara virtual, menambah referensi atau materi untuk menunjang proses belajar-mengajar, dan menambah hiburan di sela aktifitas sehari-harinya.
Tak lagi tertinggal
Hadirnya BTS Bakti dengan akses telekomunikasi membuat geliat kawasan 3T tak lagi tertinggal. Berbagai informasi bisa dengan mudah di dapat, termasuk referensi bahan ajar yang dibutuhkan para guru di kawasan ini. Beberapa kawasan di pulau terluar Propinsi Papua Barat sudah merasakan hal ini. Denyut sinyal telekomunikasi telah dinikmati.
Seperti yang dirasakan saat ini oleh Helen Rumpaidus, salah seorang guru di kampung Marandan Weser, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Ia mengucap syukur atas pembangunan BTS di kampungnya, tempat ia mengajar.
Ia bercerita, sebelum ada BTS, dirinya mesti menyeberangi pulau mencari akses internet paling cepat 45 menit menaiki perahu sekedar mengunduh literatur atau bahan ajar untuk muridnya.
"Puji Tuhan. Sejak ada BTS signal ini, kami lebih mudah mendapatkan materi-materi mengajar dari internet. Sudah tidak perlu ke kota untuk mencari signal," katanya.
Helen Rumpaidus (sg)
Bukan hanya Helen. Rekan seprofesinya di kawasan 3T Papua, Silva Guru di Kampung Yarweser, Kepulauan Batanta, Kabupaten Sorong merasakan hal yang sama. Silva mengatakan, untuk sekedar mendownload materi pelajaran buat anak didiknya, Ia mesti menyeberang Pulau menuju kota Waisai atau Sorong.
Ia berujar, adanya tower Bakti sangat membantu sekali. "Biasanya kalau kami mau cari sinyal, harus ke kota Waisai atau Sorong. Perjalanan ke Waisai sekitar 1 jam dan kalau ke Sorong bisa 3 jam," katanya.
Ia juga mengaku memiliki rumah pohon yang tingginya 4 meter untuk mendapatkan sinyal. "Kami mesti naik ke atas pohon untuk sekedar mendapatkan sinyal," tambahnya.
Ditambahkannya, kebutuhannya untuk akses internet adalah mencari bahan mengajar. Siswa-siswi di sini lebih mudah dan cepat menerima pelajaran apabila materi berupa video yang ia dapatkan dari youtube. "Sekarang sudah ada sinyal, kami gak perlu lagi ke Waisai atau Sorong," katanya bersemangat.
Manfaat BTS Bakti tak hanya sampai di sini. Silva mengatakan, secara pribadi banyak sekali manfaat yang bisa dirasakan. "Sinyal BTS ini buat saya sangat menolong. Komunikasi dengan keluarga sekarang bisa dilakukan kapan saja. Anak saya sedang kuliah di Manado dan sekolah di Biak. Jadi komunikasi video call sekarang bisa dilakukan," tuturnya.
Silva/kanan (sg)
"Satu manfaat lagi dengan adanya tower ini, saya bisa melanjutkan kuliah. Kuliah online S1 pendidikan, ambil Bahasa Inggris. Sekarang sudah semester 4. Bagi saya kuliah itu harus, supaya mengajarnya lebih mantab lagi," katanya.
Tak hanya guru, siswa-siswa di kawasan ini pun merasakan manfaat dari BTS Bakti. Anacinna, murid kelas 6, kampung Marandan Weser, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Ia menggunakan internet buat belajar dan juga menonton youtube. Pun Jalli, siswa keelas 3, kampung Marandan Weser, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Ia mengaku bertambah hiburan dengan adanya sinyal BTS. (sg)