Nasib satu produk di pasar ponsel ternyata hampir mirip dengan Superstar di dunia pertunjukan.
Setidaknya itulah yang bisa kita lihat dalam perjalanan BlackBerry di kancah pasar ponsel dunia.
Hasil riset Gartner di kuartal kedua 2013 menyatakan posisi pertama untuk penjual smartphone global adalah Samsung (71,38 juta unit), Apple (31,899 juta unit), LG (11,473 juta unit), Lenovo (10,671 juta unit), dan ZTE (9,687 juta unit).
Sedangkan di sistem operasi yang digunakan selama kuartal kedua 2013 Android menjadi raja dengan 177.898 juta unit smartphone menggunakannya atau menguasai 79% pangsa pasar. Disusul iOS dengan 31,899 juta unit smartphone atau 14,25 pangsa pasar. Berikutnya Microsoft sebanyak 7,407 juta unit atau menguasai 3,3% pangsa pasar.
BlackBerry berada di posisi keempat dimana hanya 6,18 juta unit yang menggunakan atau menguasai 2,7% pangsa pasar.
Di pasar Amerika Serikat yang ditasbihkan sebagai salah satu barometer perkembangan smartphone dunia, posisi BlackBerry juga dalam tekanan Microsoft. Tercatat Android menguasai 52% pangsa pasar, diikuti Apple (39,9%), BlackBerry (4,4%), dan Microsoft (3,1%).
Hal yang sama juga terlihat di Indonesia jika melihat penjualan dan pembelian dua distributor besar selama semester I-2013. Kedua distributor itu adalah PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Trikomsel Oke Tbk (TRIO).
Di kedua perseroan, pembelian produk Samsung lebih tinggi dibandingkan BlackBerry pada semester I 2013.
Di Erajaya, kontribusi belanja Samsung terhadap penjualan perseroan naik menjadi 27,8%, sedangkan BlackBerry turun menjadi 27,3%.
Belanja produk Samsung di Erajaya melalui PT Samsung Electronics Indonesia mencapai Rp 1,66 triliun di semester I, atau naik 31,6% dari periode sama tahun lalu.
Belanja BlackBerry berasal dari Brightpoint Singapore Pte Ltd senilai Rp 1,63 triliun. Nilai belanja ini turun 30,5% dari periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 2,45 triliun. Kontribusi belanja BlackBerry terhadap total penjualan Erajaya turun menjadi 27,3% dari 36,6% di periode sama tahun lalu.
Sedangkan Trikomsel belanja BlackBerry melalui Brightpoint mencapai Rp 893,5 miliar. Nilai tersebut naik 11,3% dari belanja Blackberry tahun lalu yang melalui PT Comtech Cellular senilai Rp 802,8 miliar. Namun, kontribusi BlackBerry terhadap total penjualan perseroan justru turun menjadi 19,3% dari 19,6% di periode sama tahun lalu.
Belanja smartphone Samsung di Trikomsel naik sebesar 76,9% menjadi Rp 465,9 miliar dari Rp 263,2 miliar di periode sama tahun lalu. Hal ini berarti kontribusi belanja Samsung terhadap penjualan handsetnya naik signifikan menjadi 10,09%, dari 6,43%.
Bintang 2009
Kondisi ini berbanding terbalik dengan masa 2009 lalu. Kala itu BlackBerry seperti menuai hasil dari kerja kerasnya di Indonesia sejak hadir pada 2003.
BlackBerry ibarat superstar yang diperebutkan oleh operator untuk dijual.
Setidaknya hingga 2011, BlackBerry seperti barang wajib yang dibundling oleh operator lokal. Peluncuran produk baru pun seperti berlomba menyatakan yang pertama di pasar. Namun, layaknya dunia pertunjukan, kala bintang baru muncul, maka bintang lama mulai dilupakan.
Sinyal itu mulai terlihat kala si Robot Hijau alias Android muncul di 2011. Kala 2011, banyak pihak sudah mengingatkan BlackBerry terhadap aksi Andorid. Kala 2011 itu tercatat ada 550,000 ponsel berbasis Android yang diaktifkan setiap hari di seluruh dunia, sehingga diperkirakan ada tambahan 99 juta pengguna baru pada akhir 2011.
Sekarang, cerita BlackBerry seperti superstar yang diujung karir. Jika seorang superstar terpaksa melego barang berharganya untuk bertahan hidup, di BlackBerry rencana melepas saham perusahaan agar dapur tetap berasap bukan lagi wacana yang haram dibahas oleh manajemen.
Pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan BlackBerry adalah pasar ponsel memang cepat berubah dan tak bisa ditanggapi tanpa road map pengembangan produk dan pasar yang jelas. Akhir yang tragis bagi perusahan dengan kategori flag carrier di negara asalnya.
@IndoTelko.com