telkomsel halo

Tergoda Bermain OTT

13:04:11 | 12 Jan 2014
Tergoda Bermain OTT
Ilustrasi (Dok)
Fenomena pemain Over The Top (OTT) memang luar biasa. Tidak membutuhkan dana besar, tetapi dengan hanya mengisi pipa data milik operator dan kreatifitas tingkat tinggi, mampu membetot investor untuk datang menggelontorkan dana.

Simak saja nasib dari Twitter di bisnis OTT. Kicau  Twitter pada penawaran saham perdana (Initial public offering/IPO) di bursa saham New York (New York Stock Exchange/NYSE) November lalu lumayan mengejutkan.Baru satu jam diperdagangkan di lantai bursa, saham dengan kode TWTR ini melonjak lebih dari 75% dari harga awal.

Harga saham Twitter pertama kali dilepas ke bursa Rabu (6/11/13) sebesar US$ 26 per saham. Saat pembukaan perdagangan Kamis (7/11/13), harga saham itu melesat menjadi US$ 45,10 per saham.

Padahal, secara bottom line, kinerja Twitter bikin miris. Perseroan memang meraih penjualan US$ 317 juta pada tahun 2012, tetapi disaat bersamaan merugi US$ 79,4 juta. Untuk sembilan bulan pertama 2013, pendapatan Twitter mencapai US$ 422 juta dengan rugi bersih yang meningkat mencapai US$ 134 juta.

Namun, banyak investor percaya, berinvestasi di OTT memang bukan mencari return secara cepat. Hal itu dibuktikan oleh Facebook. Facebook berhasil mendapatkan pendapatan sebesar US$ 2,02 miliar di kuartal ketiga 2013 atau naik  60% dibandingkan periode sama tahun lalu.

Sedangkan  laba perusahaan tercatat mencapai US$ 425 juta. Pendapatan dari iklan naik hingga 66% menjadi 1,8 miliar dolar AS. Harga saham Facebook melonjak 15% beberapa jam setelah pengumuman kinerja keuangan kala itu.

Tergoda
Fenomena kinerja dari OTT ini menjadikan banyak operator tergoda untuk bermain di bisnis ini.Rasanya hal yang wajar dilakukan jika melihat dari data-data global dimana pasar aplikasi mobile bisa tembus US$ 25 miliar pada 2015 mendatang.

Apalagi, pilhan untuk menghadapi OTT sangat terbatas bagi operator yakni yakni charge them, partnership, atau menjadi OTT. Melakukan partnership rasanya paling logis dilakukan karena bisa mengurangi resiko gagal jika memilih menjadi OTT atau nekad menagih bayaran atas aplikasi.

Langkah inilah yang dilakukan kelompok usaha Bakrie melalui perusahaan investasinya, Bakrie Global Group dimana telah  menyepakati transaksi senilai US$25 juta guna mendorong berkembangnya aplikasi Path.

Bakrie Global tak sendirian. Gerbong yang dibawa ada  Greylock Partners, Kleiner Perkins, Index Ventures, Insight Venture Partners , Redpoint Venture Partners dan First Round Capital. Uang baru ini membawa total investasi dalam Path sekitar US$65 juta. Path juga menaikkan investasi $10 juta pada 2011.

Bagi Grup Bakrie, aksi ini realistis dilakukan mengingat lini usahanya  bergerak di Technology, Media, dan Telecommunication (TMT). Namun, akankah investasi ini berdampak pada kinerja anak usaha seperti Bakrie Telecom?

Pertanyaan ini yang menggelitik diapungkan mengingat Path memiliki 23 juta pengguna di seluruh dunia dengan nilai kapitalisasi pasar  sekitar Rp 3 triliun lebih. Di Indonesia, Path memiliki empat juta pengguna dengan berkontribusi sekitar 30% ke trafik.

Jika menilik pengguna Bakrie Telecom saat ini hanya 11,4 juta pelanggan yang terdiri atas 700 ribu pelanggan data dan 10,7 juta pelanggan layanan suara dan SMS, rasanya Path belum bisa menjadi pengungkit bagi merek esia.

Tetapi, dari bundling pemasaran, Path bisa saja dalam jangka pendek menjadi salah satu alat akuisisi pelanggan data. Misalnya, menerapkan tarif zero data package bagi pelanggan Esia mengakses path.

Untuk jangka panjang, tentu Bakrie Global berharap Path bisa mengulang kisah sukses Facebook, agar return dari investasi bisa diraih. Kita lihat saja nanti.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year