JAKARTA (IndoTelko) - Lembaga pemeringkat kredit Fitch Ratings memangkas peringkat utang PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dari C ke restricted default (RD).
Rating RD diberikan ketika perusahaan yang dinilai telah gagal pada isu spesifik atau klasifikasi obligasinya tetapi terus memenuhi kewajiban pembayaran pada isu lainnya pada waktu yang tepat.
Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (30/5), Fitch menyatakan pemilik merek dagang Esia ini telah gagal membayar kupon obligasi sejak November 2013 lalu. Menurut Fitch, BTEL tak membuat pembayaran kupon berikutnya dan tak memberi pengumuman publik tentang progres dari perombakan dengan kreditur.
BTEL kini tertekan pada utang yang tak mampu dibayar dan menyebabkan kerugian yang signifikan bagi pemegang obligasi sebesar US$ 380 juta.
Surat utang perseroan senilai US$380 juta yang jatuh tempo pada Mei 2015, yang sepenuhnya dijamin seluruhnya oleh Bakrie Telecom tetap berada diperingkat C, tetapi recovery rating diturunkan menjadi RR5 dari RR4.
Surat utang itu memiliki bunga 11,5% per tahun. Cicilan bunga dari surat utang yang jatuh tempo 7 Mei 2015 ini harus dibayar dua kali setahun yaitu setiap tanggal 7 Mei dan 7 November.
Harusnya, pada 7 Mei 2014, BTEL menyiapkan dana US$ 21,85 juta atau Rp 246,9 miliar. Nilai yang sama juga harus dipersiapkan manajemen BTEL di 7 November 2014 mendatang.
Pada periode pembayaran cicilan 7 November 2013, BTEL mendapatkan keringanan berupa penundaan pembayaran dari kreditur.
Sejak 9 Juli 2013, BTEL menunjuk FTI consulting sebagai financial advisor untuk melakukan penelaahan bisnis dan keuangan. Kemudian, BTEL dan para pemegang obligasi membentuk steering committee untuk membahas re-profiling utang obligasi.
Bakrie Telecom sendiri mencatat kinerja operasional kurang menggembirakan sepanjang kuartal pertama 2014. Pendapatan hanya dicatat sebesar Rp 390,499 miliar sepanjang kuartal pertama 2014 atau turun dibandingkan periode sama 2013 sebesar Rp 582,497 miliar.
Padahal, di periode yang berakhir Maret 2014 ini pelanggan Esia mencapai 12,258 juta nomor atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebanyak 11,651 juta pelanggan. Perseroan menderita kerugian usaha sebesar Rp 65,761 miliar berbanding terbalik dengan kondisi sama tahun lalu yang untung usaha Rp 50,380 miliar.
Namun, disisi bottom line, perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp 210,7 miliar pada kuartal pertama 2014 , lebih baik dibandingkan periode yang sama di tahun 2013 yang merugi Rp 97,5 miliar.
Pencapaian ini sepertinya didukung oleh keberhasilan perseroan dalam melakukan penurunan beban usaha sebesar 14% dan mendapatkan keuntungan dari kurs sebesar Rp 440,119 miliar.(id)