Hasil riset dari FleishmanHillard belum lama ini menunjukkan penyedia layanan internet di Indonesia masih sangat lemah dalam memenuhi harapan konsumen, khususnya terkait dengan dampak yang diberikan perusahaan tersebut terhadap masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang baru pertama kali dihelat di Indonesia tersebut, tercatat bahwa konsumen Indonesia merasa bahwa 153 merek komersial, baik asing maupun lokal belum memenuhi harapan mereka dalam hal dampak terhadap komunitas, kepedulian terhadap pelanggaran, serta “berbuat benar”.
Adapun, ke-153 perusahaan yang tercakup di dalam survei tersebut terdiri atas 20 kategori bisnis. Di antara 20 kategori itu, perusahaan makanan cepat saji dan penyedia jasa internet adalah yang terlemah dalam hal pemenuhan harapan konsumen.
Di dalam riset tersebut terungkap fakta konsumen di Indonesia ternyata tidak menjadikan desain dan teknologi canggih sebagai prioritas utama. Sepertiga konsumen dari 7 sektor industri lebih menginginkan produk dan layanan yang lebih personal.
Sementara itu, 50% konsumen produk teknologi di Indonesia menginginkan perusahaan untuk memfasilitasi mereka dalam mempelajari teknologi dan menyebarkan model-model berbisnis yang terbaik.
Lebih Personal
Dari riset ini terlihat konsumen ingin diperlakukan sebagai manusia bukan sebatas angka-angka atau target pasar oleh produsen.
Produsen sebenarnya memiliki alat untuk mendekati konsumen dengan menyentuh hingga level “pertemanan” yakni dengan mengoptimalkan komunikasi melalui media internet.
Melalui pemanfaatan internet secara tepat, produsen bisa mengetahui pelanggannya tak sekadar menggunakan, tetapi menyukai dan berbagi pengetahuan produk yang digunakannya.
Jika perusahaan menyadari potensi yang diberikan internet dalam mendekatkan produk dengan konsumen, kondisi ini menjadikan peluang besar bagi industri kreatif digital lokal untuk membuat aplikasi yang memudahkan komunikasi antara produsen dengan konsumen.
Sekadar diketahui, fakta menunjukkan, bahwa sekitar 21% dari total PDB Amerika Serikat disumbang dari industri digital di Silicon Valley.
Di Indonesia, pada 2012 sumbangan produk kreatif TI sekitar 3%-4% dari total pendapatan industri kreatif nasional. Mengutip data 2012, nilai ekonomi kreatif berbasis multimedia dan internet Rp 288 miliar dari total Rp 573,9 miliar.
Jumlah usaha ekonomi kreatif di multimedia dan internet 1,22 juta usaha dari total 5,4 juta usaha kreatif. Sementara tenaga kerja ekonomi kreatif berbasis multimedia dan internet mencapai 4,8 juta dari total 11,8 juta pekerja ekonomi kreatif.
Ibarat dua sisi mata uang, semakin umum penggunaan internet dan perangkat untuk mengaksesnya maka ekonomi kreatif digital bisa berbicara banyak bagi PDB negara. Seandainya ini terjadi, pertanyaan jika internetnya cepat untuk apa, tak lagi beredar di negeri ini.
@IndoTelko