Hasil survei Accenture Digital Consumer 2014 terhadap 1.000 pengguna internet berumur 14 hingga lebih dari 55 tahun di kota-kota besar di Indonesia lumayan mengejutkan.
Dari survei itu terlihat sebagian besar pengguna internet di Indonesia rela membayar lebih untuk mendapatkan koneksi yang lebih cepat dan bisa diakses kapan saja, dimana saja.
Semua itu ditunjukkan dimana 94% responden merasa terganggu dengan kecepatan yang tak stabil kala mengakses konten dan 85% merasakan kecepatan tak ideal kala menonton konten video.
Sebanyak 85% dari pengguna internet di rumah dan 84% pengguna mobile mau membayar lebih untuk koneksi internet yang lebih cepat dan lancar. Bahkan kelompok ini tak segan membayar lebih jika kualitas bagus kala peak time.
Tentunya ini sinyal positif bagi operator telekomunikasi yang selama ini kadung memangkas tarif data demi mendapatkan pelanggan atau sekadar bertahan dari kompetisi yang ketat.
Dalam kajian yang dilakukan Macguarie Research untuk periode Desember 2012 hingga Oktober 2013, operator berbasis teknologi GSM di Indonesia terlalu berani menurunkan tarif datanya.
Tercatat, Indosat pada Desember 2012 masih membanderol per GB sekitar US$ 4,7 dan turun menjadi US$ 3,9 di Oktober 2013. Sementara XL di US$ 9,1 per GB di Desember 2012, terjun menjadi US$ 3,9 per GB di Oktober 2013.
Sedangkan Tri di US$ 3 per GB di Desember 2012 menjadi US$ 2,2 per GB di Oktober 2013. Hanya Telkomsel yang tak menurunkan tarif layanan datanya yakni stabil di US$ 5,9 per GB sejak Desember 2012.
Alhasil, berdasarkan estimasi yang dibuat JP Morgan, dibutuhkan waktu kurang lebih 13 tahun bagi operator untuk mencapai titik impas dari belanja modal yang dikeluarkannya bagi layanan data. Jika titik impas ingin dipercepat menajdi lima tahun, maka diperlukan tarif naik tiga kali lipat dari sekarang.
Koreksi
Operator pun sepertinya sudah mulai sadar tak bisa mengandalkan tarif murah untuk bertahan di era data. Telkomsel telah menaikkan tarif datanya dengan menggunakan alasan ingin melayani segmen yang lebih fokus.
Bahkan, operator 4G seperti Internux yang baru melenggang ke pasar, cepat-cepat melakukan perbaikan tarif melihat pasar tak lagi sibuk di perang harga.
Kabarnya, setelah menembus angka psikologis satu juta pengguna, pemilik merek dagang Bolt ini merevisi tarif layanan. Guna menjaga kenyamanan pelanggan, Bolt kabarnya bersiap menggelar LTE-A yang menjanjikan kecepatan di 300 Mbps atau dua kali lipat dari teknologi sekarang. LTE-Advanced kabarnya bisa diimplementasikan ke seluruh jaringan Bolt pada tahun 2017 mendatang.
Langkah operator yang tak lagi bermain di tarif tetapi di kualitas layanan tak bisa dihindari. Asalkan jangan terjadi sebaliknya, tarif naik, kualitas layanan justru makin memburuk.
@IndoTelko