Indonesia pada Senin (13/10) lalu kedatangan CEO Facebook, Mark Zuckerberg. Jutawan muda ini datang ke Indonesia setelah sebelumnya hadir di India.
Misi dari pemilik perusahaan dengan valuasi US$ 200 miliar itu ingin memperluas akses internet di dunia melalui proyek Internet.org. Proyek ini merupakan kemitraan global dengan tujuan memperluas jangkauan internet agar mencakup dua pertiga warga dunia.
Tim internet.org mengidentifikasi terdapat sejumlah isu seputar internet secara global yakni belum luasnya jaringan internet dimana sekitar 15% masyarakat mengalami masalah tersebut.
Masalah kedua adalah dimana pengguna tinggal di tempat yang terkoneksi internet, tapi tak mampu membayar aksesnya. Terakhir, banyak orang yang tidak mengerti fungsi dari internet.
Di Indonesia, Facebook menggandeng Ericsson, dan
XL Axiata dalam program ini. Entah disengaja atau tidak, Zuck juga mengunjungi Presiden Terpilih 2014-2019, Joko Widodo. Kabarnya, Zuck menawarkan platform yang dimilikinya guna mendukung konsep e-blusukan dari pria yang akrab disapa Jokowi itu.
Alasan Zuck mendatangi Jokowi karena mengapresiasi caranya memanfaatkan jejaring sosial untuk berkampanye selama pemilihan presiden lalu. Tentunya ini sedikit aneh, mengingat sebenarnya Indonesia masih memiliki Presiden aktif yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Secara etika, seharusnya Zuck mendatangi juga SBY atau salah satu dari jajaran menterinya.
Potensial
Sekadar diketahui, Indonesia adalah pasar potensial bagi pebisnis digital. Negeri ini memiliki sekitar 70 juta pengguna internet dimana diperkirakan ada sekitar 48 juta pengguna Facebook.
Angka pengguna Facebook ini sebenarnya menurun dibandingkan beberapa tahun lalu dengan 51 juta pengguna. Indonesia pernah menjadi kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat untuk pengguna Facebook. Sekarang Indonesia berada di peringkat keempat dunia (setelah AS, Brazil, India) dan secara angkapun berangsur menurun, belum lagi secara aktifitas seharian.
Bagi perusahaan yang tercatat di bursa seperti Facebook, menjual cerita masa depan atau pertumbuhan usaha adalah hal yang penting. Hal yang tak mengherankan jika mendengar Facebook membeli Instagram seharga US$ 1 miliar atau Whatsapp dibanderol US$ 19 miliar. Semua ini untuk menyakinkan investor, koporasi terus menjaga pertumbuhan.
Datangnya Zuck ke Indonesia juga tak bisa dilepaskan dari niat menjual cerita masa depan ke investornya yakni jejaring sosial ini ingin lebih serius memperluas pangsa pasar. Sinyal itu ditangkap pasar saham dimana usai kunjungan Zuck ke Indonesia (dan sebelumnya ke India), nilai sahamnya mendaki setelah sempat terjun bebas beberapa hari sebelumnya.
Nilai Tawar
Lantas bagaimana menyikap kedatangan dari seorang Zuck? Indonesia harus bisa berdiri sejajar atau bahkan berada dalam posisi lebih tinggi kala bernegosiasi dengan kapitalis global seperti Facebook ini.
Sudah tidak masanya petinggi negeri ini merasa berada di bawah dan harus membungkuk bahkan menggelar karpet merah bagi kapitalis global yang hanya ingin mengeruk pasar.
Pemerintah mendatang harus berani menarik pajak dari iklan digital yang diraup Facebook di Indonesia, minimal urusan PPn dan PPh. Selama ini tak jelas masalah kewajiban pajak dari pemain sejenis Facebook ini. Jika pun ada kantor di Indonesia, sebatas hanya representatif yang tak bisa mengambil keputusan strategis.
Selain itu, pemerintah harus berani meminta mereka untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Program Internet.org yang digadang-gadang Zuck harus diwaspadai karena ternyata yang membangun infrastruktur tetaplah mitra operator. caranya, DNS server milik XL disesuaikan dan trafik di-redirect ke server terdekat milik Facebook. Kenapa Facebook enggan membangun langsung pusat data di Indonesia?
Bahkan, jika internet.org sukses bisa jadi sejumlah aplikasi milik Zuck menjadi prioritas kala mengakses internet. Ingat, tidak ada makan siang dari seorang kapitalis!
Indonesia 10 tahun belakangan ini sudah banyak kehilangan momentum dalam memanfaatkan peran dan mendapatkan manfaat maksimal dari keuntungan demografis dan geografisnya di ekonomi digital.
Jangan terulang lagi di era pemerintahan baru, karena kita adalah bangsa merdeka dan sewajarnya produk anak bangsa diutamakan, bukan karya asing yang hanya menjadikan negara ini pasar.
@IndoTelko