Global Web Index dalam laporan “15 Trends for 2015″ belum lama ini mengungkapkan Indonesia menjadi negara yang memiliki kepemilikan akun media sosial lumayan tinggi.
Indonesia memimpin persentase pengguna media sosial untuk Facebook, Twitter, dan Google+.Tercatat, sekitar 96% pengguna Internet di Indonesia memiliki akun Facebook, 84% memiliki akun Twitter, dan 83% memiliki akun Google+. Data ini menunjukkan kian kuatnya cengkraman pemain Over The Top (OTT) di jaringan operator Indonesia.
Bak benalu, inilah yang dirasakan operator terhadap kian rakusnya kreasi OTT di jaringan sehingga membuat mereka mulai berteriak lebih keras untuk mendapatkan bagian dari aplikasi yang jalan di infrastrukturnya.
Wacana menerapkan pola interkoneksi dimana ada biaya dikeluarkan jika trafik melewati pemilik lapak yang berbeda pun diapungkan oleh operator atas nama mendapatkan perlakuan yang setara dengan OTT dalam berbisnis.
Badan Regulasi Teknologi Informasi (BRTI) pun kabarnya tengah menggodok kajian dimana adanya skema kerja sama sehingga saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. BRTI secara serius melihat yang terjadi di Jerman dimana negara meminta OTT memberikan revenue sharing kepada operator.
Pemerintah sepertinya realistis dengan langkah ini karena mendorong pelaku industri kreatif digital lokal untuk menciptakan aplikasi-aplikasi yang dapat menjadi pengganti dari produk OTT global butuh waktu lama, sementara operator sudah berdarah-darah keuangannnya menyelenggarakan jasa data.
Ibarat kata pepatah, jika tak bisa mengalahkan musuh Anda, maka berkolaborasi dengannya. Proposal interkoneksi ini sepertinya cara operator berdamai dengan Benalu yang hidup di jaringannya
@IndoTelko