Pada Maret ini Indonesia akan kedatangan dua tamu dari luar negeri yang banyak menjadi perbincangan dunia teknologi informasi.
Mereka adalah Chief Executive Officer (CEO) Microsoft, Satya Nadella dan CEO Twitter, Dick Costolo.
Nadella direncanakan mendatangi acara konferensi pengembang Microsoft di gedung Pacific Place, Ritz Carlton, Jakarta. Sementara itu, Costolo akan menggelar temu media di Hotel Shangri-La, Jakarta. Sebelumnya, Indonesia juga kedatangan CEO Facebook, Mark Zuckerberg pada Oktober tahun lalu.
Nadella akan bertatap muka dengan 500 pengembang Indonesia dalam acara bertajuk "Developer Conference". Agenda temu pengembang ini juga akan menghadirkan Joe Wilson, Worldwide General Manager Evangelism dan Eleni Rachaniotou, Business Manager, Field Acceleration and Support, yang akan menjadi pembicara kunci dengan topik "The Power of Developers".
Sedangkan agenda Costolo adalah memaparkan rencana jejaring sosial itu di Indonesia setelah resmi membuka kantor di Jakarta. Kedua perusahaan ini bisa dikatakan sebagai perwakilan Over The Top (OTT) global yang bermain di pasar Indonesia.
Microsoft sejak mengakuisisi Nokia sangat Go Mobile, sementara Twitter adalah salah satu penikmat kue iklan digital global.
Hal yang menarik disimak dari kedatangan dua petinggi perusahaan asing itu adalah menanti aksi pemerintah bernegosiasi dengan para OTT ini. Kala kedatangan bos Facebook tahun lalu bisa dikatakan tak dioptimalkan karena kabinet kerja belum terbentuk.
Sekarang, kabinet kerja sudah terbentuk dan Menkominfo dipegang oleh Rudiantara yang kental berlatarbelakang operator telekomunikasi.
Dalam berbagai kesempatan, pria yang akrab disapa RA ini sering menawarkan diri memfasilitasi negosiasi antara OTT dengan operator. Pasalnya, sejak OTT menggurita di era data, operator semakin tergerus revenue tradisionalnya oleh aplikasi OTT.
Sejauh ini kalau dilihat sepak terjang RA dalam berdiplomasi dengan OTT tak kuat, bahkan belum berhasil, khususnya menegakkan aturan yang terkait Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Sistem dan Transaksi Elektronik terkait data center dan lainnya.
Dalam kasus pemblokiran situs berbagi video, Vimeo, RA tak mampu membuat situs asal Amerika Serikat itu bertekuk lutut sesuai keinginan pemerintah.
RA terkesan gamang kala OTT global menggunakan opini publik menekan kebijakannya, dan malah ikut arus dengan tak berani mengambil resiko menegakkan aturan.
Jika bernegosiasi dengan OTT sekelas Vimeo tak memuaskan, akankah RA mampu berbicara banyak dengan pemain kakap sekelas Twitter atau Microsoft? Kita tunggu saja.
@IndoTelko