Masyarakat menggunakan jasa ojek online (dok)
Layanan transportasi berbasis aplikasi atau Ridesharing kian marak di Tanah Air, khususnya Ibukota Jakarta.
Pada awal pekan lalu menjadi saksi hadirnya layanan ojek online khusus wanita LadyJek dan Bajaj App. Dua aplikasi ini menyusul pemain lama seperti Go-Jek, Grab Bike, BlueJek atau Uber dan GrabTaxi.
LadyJek kabarnya menelan investasi Rp 5 miliar dan didukung oleh XL Axiata serta Mandiri AXA General Insurance (AXA).
Peminat pengojek dari wanita ternyata sangat tinggi. Kabarnya, ada sekitar 700 orang mendaftar menjadi pengemudi Ladyjek sejak rekrutment 1 Oktober 2015.
Memang, jumlah tersebut belum sebanding dengan Go-Jek yang kabarnya sudah menembus sekitar 150 ribu driver.
Beda lagi dengan Bajaj App hasil Inovasi PT Roda Mandiri Indonesia. Aplikasi ini didukung oleh armada Bajaj yang telah mengkonsumsi bahan bakar gas. Ada sekitar 14 ribu unit bajaj yang potensial mendukung aplikasi ini.
Kepastian Hukum
Hal yang masih menjadi kontroversial sekarang adalah tidak adanya kepastian hukum untuk layanan transportasi berbasis aplikasi ini. Apalagi untuk Ojek atau Taksi online.
Untuk Ojek, pemerintah harus berani merevisi aturan karena kendaraan roda dua tidak termasuk ke dalam angkutan umum di dalam peraturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sedangkan di taksi, harus ada kepastian terkait isu angkutan penumpang harus memiliki izin dan menggunakan pelat kuning.
Mungkin hanya di armada roda tiga seperti Bajaj App yang minim kontroversi karena semua pemangku kepentingan mendukung kehadiran aplikasi ini.
Aturan terkait transportasi berbasis aplikasi ini rasanya wajar dihadirkan karena tugas teknologi mengubah model bisnis dan layanan telah tuntas dijalankan. Buktinya, masyarakat kian banyak menggunakan dan pemain tumbuh bak jamur karena ada pemodal besar yang mendukung.
Jika sudah seperti ini saatnya pemerintah masuk melakukan perannya dengan mengeluarkan aturan, jika tidak maka fenomena driver ojek online mengakuisisi trotoar jalanan atau konflik horizontal karena rebutan penumpang akan terus marak. Belum lagi isu perlindungan bagi penumpang terkait data pribadi dan lainnya.
Sudah saatnya Kementrian Perhubungan, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementrian Perdagangan (Kemendag) membahas isu ini bersama dan membuktikan negara itu ada untuk masyarakat.
@IndoTelko