Nasib Mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto, kian nelangsa saja.
Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Indar dan memperkuat vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman delapan tahun penjara dalam kasus korupsi penggunaan frekuensi 2,1 GHz/3G.
Putusan tersebut diketok oleh Hakim Agung Mohammad Saleh yang juga Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, dengan anggota Majelis PK yang terdiri dari Abdul Latief dan Hakim Agung HM Syarifuddin. Vonis ini dibacakan pada 20 Oktober lalu dalam nomor perkara 77 PK/Pid.Sus/2015.
Alhasil, Pria lulusan ITB ini terpaksa lebih lama merasakan dinginnya sel LP Sukamiskin setelah sebelumnya permohonan kasasinya juga ditolak MA.
Kasus yang membelitnya dimulai dengan adanya perjanjian kerja sama IM2 dengan Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1 GHz.
Kerja sama itu dinyatakan melanggar peraturan-perundangan yang melarang penggunaan bersama frekuensi jaringan.
Penggunaan bersama frekuensi tersebut menyebabkan IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi. Kerja sama selama periode 2006 sampai 2012 tersebut menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merugikan keuangan negara Rp 1,358 triliun.
Pada 8 Juli 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada Indar selama 4 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono menjatuhkan hukuman pidana uang pengganti kepada IM2 sebesar Rp 1,3 triliun.
Vonis ini diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Jakarta yaitu menambah hukuman Indar menjadi 8 tahun penjara dan menghapus pidana uang pengganti Rp 1,3 triliun.
Mengutip isi pledoi dari Indar Atmanto pada 13 Juni 2013, penggemar olah raga sepeda ini menyatakan dirinya korban kekeliruan orang lain membaca peraturan.
Menurut Indar, bentuk kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai dengan perundang-undangan, yakni Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi jo Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo pasal 5 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Hal yang menyedihkan, jika mengikuti kasus ini sejak pertama kali dibicarakan, Indar Atmanto bukan sembarangan orang.
Indar pernah dianugerahi Tanda Kehormatan Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010 sebagai Pengembang Telematika di Indonesia.
Seandainya Indar dinyatakan sebagai seorang koruptor, melesatkah daftar kekayaannya? Untungkah IM2? Jika melihat laporan keuangan dari IM2 dan kekayaan yang dimiliki oleh Indar, rasanya jauh dari tudingan-tudingan miring ini.
Hal yang menjadi krusial pasca ditolaknya PK dari Indar ini adalah langkah selanjutnya yang harus disiapkan oleh pihak Indosat dan komunitas TIK nasional yang konsisten berjuang untuk kasus ini.
Indosat dan Indar harus memutar otak mencari bukti baru agar bisa mengajukan kembali PK ke MA.
Komunitas TIK pun sebaiknya lebih progresif dalam membela Indar dengan tak lagi melempar jargon-jargon kiamat internet, tetapi melakukan terobosan yang lebih konstruktif dalam pembelaan secara hukum.
Dalam kasus IM2 dan Indar, jika dilihat ada perbedaan persepsi antara pelaku usaha di telekomunikasi dengan Aparat Penegak Hukum dalam penyelenggaraan jaringan, penyediaan jasa, dan pengelolaan frekuensi.
Selama tak ada terobosan dan titik temu dari perbedaan persepsi ini, maka pedang Dewi Keadilan bisa saja tak berayun membuka pintu penjara bagi seorang Indar.
@IndoTelko