telkomsel halo

Jangan Biarkan Hukum Rimba di Jasa Data

12:53:10 | 07 Feb 2016
Jangan Biarkan Hukum Rimba di Jasa Data
Pelanggan mengakses layanan data (dok)
Layanan data kembali menjadi perbincangan hangat bagi konsumen telekomunikasi di Indonesia.

Negeri yang memiliki sekitar 100 juta pengguna internet ini dihebohkan dengan langkah Telkom menerapkan skema Fair Usage Policy (FUP) bagi pengguna layanan Triple Play IndiHome mulai 1 Februari 2016.

Telkom menerapkan FUP bagi pelanggan IndiHome dengan tujuan melindungi pengguna normal dari pemanfaatan pemakaian berlebihan oleh heavy user. Soalnya, satu pelanggan heavy user berpotensi mengganggu tujuh pelanggan normal pada saat trafik masuk ke international Internet gateway. (Baca juga: FUP bagi IndiHome)

Jika dirunut ke belakang, tak sekali Netizen di Indonesia menjadi sensitif jika operator memberlakukan skema atau tarif baru dalam berlangganan layanan data.

Masih ingat kasus Telkomsel yang dipetisi secara online oleh pelanggan dari kawasan Indonesia Timur karena merasa ada disparitas harga dengan pengguna di Indonesia bagian barat?

Bahkan, di Pengadilan Jakarta Selatan dengan Perkara No. 528/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Sel tengah berlangsung gugatan pelanggan terhadap Link Net.

Link Net digugat oleh salah satu pelanggannya yang merasa dirugikan akibat pengenaan tarif berlangganan yang tidak sesuai dengan kecepatan internet yang diharapkan. Penggugat merupakan pelanggan Fastnet dan TV kabel First Media.

Gugatan dilakukan pelanggan bernama Mustika Sinaga terhadap Link Net karena layanan  seringkali non-aktif, sehingga menyebabkan kerugian dalam menyelesaikan pekerjaan, dalam tiga tahun terakhir.

Mustika juga merasa kecewa dengan perusahaan lantaran dia sebagai pelanggan lama tidak mengetahui dan ditawarkan paket baru dengan harga yang lebih murah dan layanan lebih baik padahal sudah mulai di pasarkan tiga tahun lalu. Dalam gugatannya, Mustika meminta ganti rugi materiil sebesar Rp 468 juta dan immateril Rp 2 miliar.

Hukum Rimba
Pertanyaan yang menggelitik dalam kasus-kasus di atas siapakah yang salah? Pelanggan atau operator?

Jika berbicara dari kacamata operator, tentu merasa di jalan yang benar. Bicara legal, dalam perjanjian berlangganan ada klausul yang menguntungkan operator mengubah skema berlangganan.

Bicara dari sisi bisnis, operator sedang berupaya menghindari efek gunting dari naiknya trafik data dimana penggunaan naik tetapi cuan minim. Saat ini tarif data di Indonesia  sekitar Rp 0,05 per Kb. Bandingkan dengan India dimana rata-rata margin layanan data bisa tiga kali lipat kontribusinya ke operator. (Baca juga: Operator kadung banting tarif data)

Bagaimana dengan pelanggan? Tentu berhak untuk memperjuangkan adanya tarif yang fair dan terjangkau serta konsistensi layanan. Riuhnya protes adalah hal yang wajar. Soalnya, layanan data sekarang adalah kebutuhan pokok ketiga setelah listrik dan air bersih di kalangan generasi milenial. (Baca juga: Generasi millenial dan Data)

Peran Pemerintah
Dari keributan ini hal yang patut dipertanyakan adalah peran dari pemerintah dan regulator telekomunikasi sebagai pengawas, pelindung, dan pembuat kebijakan.

Jika dilihat dari kasus Telkomsel di Indonesia Timur, langkah yang diambil Menkominfo Rudiantara sangat lembek yakni menghimbau adanya penurunan harga layanan data tanpa mau bersusah payah ke inti masalah yakni membuat regulasi yang komprehensif terkait jasa data. (Baca juga: Menkominfo dan Tarif Internet)

Padahal, pemerintah memiliki peluang menata jasa data dimulai dengan mengetahui secara persis biaya produksi untuk layanan ini dari masih molornya kalkulasi biaya interkoneksi. Setidaknya, data awal tentang jasa data bisa dikumpulkan. (Baca juga: Biaya Interkoneksi)

Setelah itu, pemerintah  bisa menggeber Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Akses Internet (ISP), RPM tentang Standar Kualitas Pelayanan Jaringan Tetap Tertutup, dan RPM tentang Standar Kualitas Pelayanan Sistem Komunikasi Data sehingga tidak ada lagi akal-akalan dalam menerapkan skema unlimited dalam bahasa pemasaran. (Baca juga: Aturan Layanan Internet)

Jika regulasi tak ada yang komprehensif, korban paling menderita adalah pelanggan di rimba belantara jasa data. Hal yang menyedihkan tentunya, mengingat semangat Nawacita yang digelorakan Kabinet Kerja kala pertama kali dilantik Presiden Joko Widodo.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year