Bulan Juni sudah menjadi rutinitas bagi orang tua untuk mengurus sekolah anaknya. Ada yang mengurus ke SD, SMP, SMA dan sederajatnya.
Seiring jaman yang kian canggih dan guna menjunjung azas transparansi, diadopsi pola Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur online di setiap daerah.
Salah satu PPDB online yang banyak disorot belakangan ini adalah di DKI Jakarta. Awalnya disediakan situs dengan link https://sma.ppdbdki.my.id sebagai tempat untuk melakukan pendaftaran online. Namun, ternyata situs ini tak siap menghadapi banjirnya pendaftaran sehingga down dan diganti dengan https://jakarta.siap-ppdb.com.
Pemprov DKI Jakarta beranggapan adanya serangan hacker ke situs sehingga down. Tetapi benarkah demikian? Jika memang ada serangan hacker kenapa Pemprov DKI Jakarta meminta bantuan Telkom dan menghidupkan kembali portal lama untuk melakukan penerimaan secara online?
Banyak kalangan beranggapan yang sebenarnya terjadi adalah bukannya serangan hacker dialami oleh situs PPDB milik DKI Jakarta tetapi keputusan dari Pemprov DKI Jakarta yang mengubah aturan main pengadaan untuk solusi Teknologi Informasi (TI) PPDB online.
Jika melihat dari kronologi yang beredar tentang ambruknya situs PPDB milik DKI Jakarta kemungkinan paling besar adalah situs diserbu puluhan bahkan ratusan ribu orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah favorit.
Dampaknya sistem mendeteksi seperti ada serangan Distributed Denial of Service (DDoS). Ini adalah serangan favorit para hacker untuk bikin down server. Karena itu menjadi lumrah jika Pemprov DKI Jakarta menyatakan adanya hacker menyerang sistem tanpa melihat kenyataan sistem tak kuat menahan derasnya kunjungan.
Bolong di sistem bisa saja berasal dari aplikasi yang dibangun tak mengantisipasi skala layanan, server yang digunakan, besarnya bandwidth dan lainnya.
Hipotesis ini mendekati kebenaran karena akhirnya Pemprov DKI Jakarta memutuskan meminta bantuan Telkom yang sudah tak digunakan lagi sistemnya sejak dua tahun lalu. Situs terbaru, https://jakarta.siap-ppdb.com adalah yang dulunya digunakan oleh Telkom.
Pelajaran
Melihat kasus ini banyak pelajaran yang bisa diambil bagi pemerintah daerah yang ingin menjalankan e-government. Setidaknya, untuk mengadopsi Teknologi Informasi (TI) harus ada tiga D yakni Digital Leadership, Digital Initiative, dan Digital Environment yang mendukung.
Seandainya Tiga D dijalankan oleh Pemprov DKI, tentunya tak sibuk mengubah konsep proyek pengadaan dari PPDB online tetapi fokus kepada meningkatkan layanan bukan mengubah sistem dan jaringan yang dibangun secara keseluruhan setiap tahun.
Sudah saatnya pemerintah daerah menyadari digitalisasi itu tujuannya untuk transparansi dan mempercepat proses layanan, bukan mengejar serapan anggaran atau menjadi sebuah proyek pengadaan.
Jika digital environment tak kuat di aparat pemerintah untuk mengadopsi e-government, masyarakat awam akan cenderung menyalahkan teknologi sebagai biang kerok lambannya pelayanan. Padahal kontribusi teknologi untuk suksesnya digitalisasi hanya secuil dibandingkan dengan manusia yang menjalankan dan membangunnya.
@IndoTelko