telkomsel halo

Gelombang tsunami di revisi aturan telekomunikasi

07:08:29 | 23 Okt 2016
Gelombang tsunami di revisi aturan telekomunikasi
Teknisi tengah memantau trafik komunikasi(dok)
Rencana Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit tak semulus yang diidamkan para perancangnya.

Jelang pengesahan dilakukan Presiden Joko Widodo, gelombang penolakan terus menerjang ibarat tsunami yang datang mendadak dan membawa sejumlah fakta yang penuh kejutan bagi industri telekomunikasi.

Gelombang penolakan tak hanya datang dari masyarakat yang disuarakan lembaga non profit atau pengamat, tetapi Ombudsman Republik Indonesia malah telah menyampaikan saran kepada Presiden Republik Indonesia (RI) untuk menunda pengesahan revisi kedua PP yang menjadi turunan dari Undang-undang Telekomunikasi itu.

Ombudsman mengaku telah mencermati, menelaah, dan mempertimbangkan, yang ujungnya menyatakan revisi kedua PP tersebut cacat prosedur, cacat substansi, dan tidak didukung cara perhitungan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Ombudsman melihat rencana revisi kedua PP tersebut melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terutama pasal 96 mengenai partisipasi masyarakat. Walau Kominfo suka menyatakan sudah melibatkan sejumlah pemangku kepentingan yang akan terkena dampak dari perubahan aturan itu, namun Ombudsman melihat tak ada dijelaskan upaya melibatkan masyarakat oleh lembaga yang dipimpin Menkominfo Rudiantara itu.

Lembaga ini juga mengkritik cara Kominfo dalam menyajikan data tentang dampak dari network sharing dimana ada klaim efisiensi sebesar US$ 200 miliar. Perhitungan ini dianggap janggal mengingat nilai tambah (PDB) sektor telekomunikasi pada 2015 hanya mencapai Rp 406.9 triliun. Tak pelak, Kominfo dinilai berpotensi menciptakan penyesatan informasi kepada publik. (Baca: Galau di revisi PP)

Secara prosedur, jalan keluar yang disarankan Ombudsman adalah merevisi dulu UU Telekomunikasi agar perubahan PP tidak bertentangan dalam hal substansi dengan aturan di atasnya. (Baca: Panas di revisi PP)

Saran yang diberikan Ombudsman ini sepertinya layak dipertimbangkan oleh Presiden sebelum mengambil keputusan yang akan mengubah wajah industri telekomunikasi. (Baca: Minim informasi di aturan)

Secara logika, perubahan aturan main dalam pengelolaan frekuensi dan pemenuhan modern lisensi yang ingin diubah di dalam PP tentu akan mudah dipertentangkan dengan pasal-pasal di dalam UU Telekomunikasi mengingat pembuatan sebuah aturan merujuk ke regulasi diatasnya. (Baca: Presiden diminta tunda revisi PP)

Jika memang aturan sudah dianggap usang dan tak sesuai jaman, kenapa tidak mengubah payung hukum yang lebih tinggi agar kebijakan bisa bertahan untuk jangka panjang dan industri menjadi ada kepastian hukum? Mengalah selangkah untuk kemenangan bukanlah sebuah kekalahan jika memang untuk kebaikan industri kedepannya.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year