telkomsel halo

Top up e-money kena fee, siapa diuntungkan?

10:53:08 | 17 Sep 2017
Top up e-money kena fee, siapa diuntungkan?
Visa belum lama ini merilis Consumer Payment Attitudes Study tahun 2016 hasil kerjasamanya dengan lembaga Toluna untuk melakukan penelitian secara online mengenai perilaku pembayaran dan tren di 6 negara, salah satunya Indonesia.

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2016 terhadap 500 orang berusia di atas 18 tahun dengan penghasilan lebih dari Rp 3 juta tiap bulan.

Salah satu hasil penelitian menyatakan saat ini 80%  masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan pembayaran elektronik dibandingkan dengan uang tunai. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada tahun 2015 yang berjumlah 69%.  

Ini artinya, jumlah masyarakat yang mengandalkan uang tunai dalam transaksi pembayaran semakin berkurang dari 31% di tahun 2015 menjadi 20% di tahun 2016.

Dari hasil penelitian tersebut, juga didapatkan sebanyak 34% responden hanya membawa uang tunai dalam jumlah sedikit dibandingkan lima tahun lalu.

Alasannya, sebanyak 71%  responden lebih suka menggunakan pembayaran menggunakan kartu, dan 59% menganggap membawa uang tunai tak lagi aman.

Selain itu, sekitar 53% responden mengakui bahwa saat ini mereka memiliki lebih banyak kartu pembayaran dibandingkan dengan lima tahun lalu.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan transaksi pembayaran semakin berkembang. Seperti contohnya, inovasi teknologi, semakin luas akses internet, semakin banyak masyarakat yang memiliki perangkat mobile, dan semakin bertumbuhnya smartphone di Indonesia.

Jumlah uang elektronik (e-money) yang beredar terus mengalami peningkatan baik dari sisi nominal maupun volume transaksi juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk transaksi secara nontunai mulai menunjukkan tren positif.

Sementara  berdasarkan data Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) yang dirilis Bank Indonesia (BI) menyebutkan, pada akhir 2016 jumlah uang elektronik yang beredar mencapai 51,2 juta kartu atau meningkat bila dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya yang tercatat hanya 34,3 juta kartu.

Kemudian sejak awal 2017 sampai dengan Juli 2017 jumlah uang elektronik yang beredar juga terus mengalami peningkatan. Pada awal tahun ini, jumlah uang elektronik yang beredar tercatat 52,7 juta kartu dan terus meningkat hingga akhir Juli 2017 menjadi 69,4 juta kartu, dan diperkirakan akan terus meningkat.

Dari sisi total transaksi, Per Juli 2017 nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp1,14 triliun atau terus meningkat bila dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Di mana pada Januari 2017 nilai transaksi uang elektronik hanya sebesar Rp665,7 miliar.

Sedangkan dari sisi volume transaksi uang elektronik juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tercatat pada Juli 2017 volume transaksi uang elektronik mencapai 68,6 juta transaksi meningkat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Pada Januari 2017 volume transaksi uang elektronik hanya 58,4 juta transaksi.

Isu ulang
Ditengah meningkatnya tren penggunaan, belakangan muncul isu penerapan fee bagi isi ulang (top up) e-money.

Bank Indonesia (BI) kabarnya akan mengeluarkan aturan terkait izin pengenaan biaya pada isi ulang uang elektronik. Kisaran biaya per top up sebesar Rp 1.500-Rp2.000 yang diusulkan industri perbankan.

Menurut BI, pengenaan fee tidak akan memberatkan nasabah pemegang kartu uang elektronik multifungsi ini.

Apalagi, masih dalam versi BI, biaya top up akan digunakan oleh bank untuk meningkatkan kualitas infrastruktur, seperti penyediaan sarana isi ulang yang lebih banyak sehingga mempermudah masyarakat.

Benarkah semudah itu pembenarannya? Jika melihat keriuhan yang muncul dalam kasus isi ulang e-Money milik GO-JEK, GO PAY melalui ATM Bank Mandiri yang mengenakan fee sebesar Rp 2.500 sepertinya wacana ini tak akan mulus penerapannya.

Bank Mandiri menegaskan tidak memperkenankan pengenaan biaya ke konsumen yang merupakan nasabahnya.

Pengguna GO PAY pun ikut "keselek" karena kadung sudah dimanja GO-JEK dalam memanfaatkan fasilitas e-money itu yang sarat dengan potongan harga kala menggunakan jasa transportasi online.

Jebakan "Batman"
Bagi sebagian kalangan, rencana penerapan top up itu ibarat membawa pengguna ke jebakan "Batman" alias tak bisa keluar lagi dari pasir hisap mengingat masyarakat makin terbiasa dengan transaksi non tunai. 

Kelompok yang menolak isi ulang dikenakan fee menilai seperti dimasukkan dalam sebuah perangkap, dimana awalnya diberikan insetif, tetapi ketika sudah tergantung dengan alat transaksi itu mulai dikenakan biaya.

Padahal, bank-bank yang menerbitkan uang elektronik mendapatkan dana murah dan bahkan gratis, karena uang elektronik tak berbunga. Hitungan kasar dari jumlah kartu elektronik yang beredar sebanyak 51,2 juta kartu dan setiap kartu diasumsikan terisi Rp50 ribu sudah terkumpul Rp 2,56 triliun.

Tidak banyak, tapi esensinya uang yang mengendap oleh bank bisa diputar dan pemilik kartu elektronik tidak mendapat bunga. Jika isi ulang dikenakan biaya, bank-bank diperkirakan bisa menerima rejeki nomplok lagi 

Nah, jika bank-bank sudah mendapat keuntungan dari dana mengendap tapi mengapa masih membebankan ke masyarakat? Sementara jika eMoney hilang menjadi tanggung jawab pemilik, dan tidak seperti kartu debit yang hilang uangnya masih ada, sementara eMoney tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Kalau begini siapa yang diuntungkan? Lebih jauh dari itu, wacana less cash society bisa saja makin membuat masyarakat alergi.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year