telkomsel halo

Simalakama pajak bagi eCommerce

12:08:23 | 08 Okt 2017
Simalakama pajak bagi eCommerce
Pemerintah dikabarkan segera mengeluarkan aturan untuk memungut pajak dari eCommerce.

Peretail online atau eCommerce yang dimaksud adalah pedagang yang memanfaatkan internet untuk menjual barangnya.

Beleid kabarnya dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Kabarnya, yang akan dikenakan pajak adalah perusahaan online (pemilik platform) yang ditunjuk sebagai pemotong.

Nanti pemilik platform akan memajaki barang-barang yang ada sehingga ketika transaksi secara otomatis akan ada pajak yang dibayarkan.

Pajak yang diambil akan di bawah tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Adapun tarif PPN berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini adalah sebesar 10%.

Setiap pelaku eCommerce akan dikenakan pajak penghasilan jika menerima pendapatan lebih tinggi daripada batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Mereka juga akan dikenakan pajak pertambahan nilai jika barang yang dijual termasuk barang terkena pajak. 

Startup atau eCommerce yang memiliki penghasilan masih di bawah Rp 4,8 miliar/tahun tidak akan dikenakan pajak, atau masuk sebagai kategori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).  

Jika kabar ini benar, artinya pemain seperti marketplace sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan menjadi Wajib Pungut (WAPU) PPN.  

Di eCommerce dikenal berbagai model bisnis. Misalnya, Marketplace adalah situs yang menyediakan jasa bagi pedagang menjual barang dan jasa dagangan lewat Internet. Classified ads merupakan situs untuk memajang konten (teks, grafik, dan video) iklan. Sedangkan daily deals adalah situs kegiatan usaha atau jual-beli dengan voucher sebagai sarana pembayaran.

Langkah mengeluarkan PMK ini sebagai bentuk gencarnya pemerintah menarik pajak dari subyek pajak yang mengambil keuntungan dari Internet. Pemerintah menilai setiap keuntungan pasti dikenakan pajak penghasilan.

Direktorat Jenderal Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak dari kegiatan tersebut bisa mencapai US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 15,6 triliun.
 
Simalakama
Dalam catatan IndoTelko, isu pajak ini lumayan "ngeri-ngeri sedap" bagi eCommerce. (Baca: Pajak bagi eCommerce)

Di satu sisi, pemain eCommerce (terutama lokal) menyadari prinsip perpajakan jelas bersandar pada asas kepastian (certainty) dan keadilan (equity). Siapapun yang mampu harus membayar pajak, dan pemungutan pajak harus didasarkan pada Undang-undang.

Negara memiliki hak menarik pajak, dan instrumen ini adalah untuk menciptakan keadilan terutama berkompetisi dengan pemain asing. (Baca: idEA soal Pajak eCommerce)

Pemain marketplace, tentunya adalah sebuah entitas (minimal dalam bentuk Perseroan Terbatas/PT). Artinya, kewajiban perpajakan tentu sudah dipenuhi sebagai Perusahaan Kena Pajak (PKP).

Hal yang berat bagi pemain marketplace adalah jika PMK menjadikan mereka sebagai WAPU, dimana artinya memungut pajak dari merchant yang memanfaatkan platformnya.

Harap diketahui, mengumpulkan merchant merupakan investasi yang besar bagi marketplace. Ketika dalam posisi WAPU, tentu bisa saja merchant menjadi lari (bisa ke platform asing) atau malah balik badan kembali berjualan secara konvensional.

Kondisi lain yang menjadi perhatian eCommerce (terutama dari pemain lokal) adalah status dari pemain asing yang belum tentu menjadi WAPU.

Kenapa? karena umumnya pemain asing bukan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT). Lebih parah lagi, para pemain Over The Top (OTT) yang banyak dimanfaatkan untuk berjualan oleh penjual personal belum memenuhi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) termutakhir.

KBLI adalah klasifikasi rujukan yang digunakan untuk mengklasifikasikan aktivitas/kegiatan ekonomi Indonesia ke dalam beberapa lapangan usaha/bidang usaha yang dibedakan berdasarkan jenis kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk/output baik berupa barang maupun jasa.  

Misalnya, Facebook mengantongi izin prinsip yang dikategorikan sebagai manajemen konsultan (consulting management), sedangkan dalam praktiknya, aktifitas Facebook merupakan klasifikasi usaha platform digital berbasis komersial.

Melihat kondisi ini tentunya kita harapkan pemerintah lebih jeli jika ingin menerapkan pajak bagi eCommerce. Pemerintah dapat fokus pada registrasi (pendataan dan pendaftaran para pelaku agar menjadi wajib pajak melalui skema bentuk usaha tetap dan/atau pengusaha kena pajak).

Untuk hal ini, domain kewenangan ada di Kominfo, saat registrasi mereka sekaligus ditetapkan sebagai wajib pajak dan/atau pengusaha kena pajak sesuai kondisi. Untuk memudahkan administrasi, dapat diusulkan pengenaan PPN dengan nilai lain/tarif efektif sehingga lebih sederhana dan mudah.

Hal ini untuk menciptakan keadilan antara pelaku domestik dan yang berdomisili di luar negeri harus diciptakan equal playing field dengan kebijakan yang menjamin perlakuan setara. Kuncinya, koordinasi Kominfo dan Ditjen Pajak menjadi sangat penting

Terakhir untuk menjadi catatan, munculnya wacana PMK ini juga menunjukkan belum bertajinya Perpres Road Map eCommerce yang dilansir pemerintah sendiri.

Dari wacana PMK ini terlihat koordinasi antar instansi masih lemah sehingga yang muncul keinginan ambisius untuk mengejar potensi pajak dalam jangka pendek. Akhirnya, menciptakan ketidakpastian dan ruang pertumbuhan bisnis yang sempit bagi pelaku usaha.

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year