Indonesia pada tahun 2018 ini resmi masuk ke tahun politik. Sinyal itu dimulai dengan digelarnya Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2018 yang digelar serentak di 171 daerah di Indonesia. Pilkada serentak ini diikuti 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.
Puncak pencoblosan akan dilakukan pada Juni 2018. Nama 17 Provinsi yang menggelar pilkada yaitu: Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Pengamat Politik Denny JA menilai ada perubahan dalam pilkada serentak pilkada 2018 yang segera berlangsung. Ibarat sofware dan aplikasi komputer, sudah terjadi pergeseran dari pilkada dan pemilu 1.0 menuju pilkada dan pemilu 2.0.
Pilkada dan pemilu ter-upgrade karena semakin intensifnya peran sosial media sebagai medium opini publik. Sejak datangnya sosial media, medan politik tak lagi sama. Tokoh dan partai yang jaya adalah yang memaksimalkan sosial media.
Laporan yang dikeluarkan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada November 2017 memang memperlihatkan kian dominannya media sosial dalam mempengaruhi pilihan politik terutama di kalangan milenial.
Laporan itu menyatakan generasi milenial sudah "melek' dengan kondisi politik nasional. Sumber informasi yang diandalkannya adalah media online dan televisi.
Tingkat kepemilikan akun media sosial juga lumayan tinggi di milenial. Paling tinggi adalah Facebook, WhatsApp, BBM, Instagram, dan Twitter. Melihat hal ini tentu saja menjadi wajar "menguasai" media sosial menjadi salah satu langkah strategis bagi para kandidat memenangkan pertarungan.
Antisipasi
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) pun telah mengantisipasi "pertarungan" di ranah dunia maya dengan mengadakan pertemuan guna membahas kerjasama dalam menciptakan pemilu yang bebas dari berita hoax, Selasa (9/1).
Dalam satu bulan kedepan, ketiga lembaga ini bersama beberapa platform media sosial, akan menandatangani kerja sama untuk menciptakan pemilu yang indah, menarik dan membangkitkan kreativitas banyak orang, sekaligus melindungi pemilh dari berita palsu dan fitnah.
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengatakan Kemkominfo berdasarkan regulasi memiliki tanggung jawab melindungi konten yang terdapat di media sosial. Terlebih, dalam pegelaran pesta demokrasi baik Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018 maupun Pemilu Serentak 2019, penggunaan media sosial dalam dua event tersebut akan semakin besar.
“Kita mengetahui bahwa medsos adalah platform yang pastinya akan digunakan dalam proses pemilihan tersebut. Berdasarkan regulasi, tanggung jawab Kominfo adalah melindungi konten. Tapi konten itu yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas dalam mengawasi pemilu adalah Bawaslu. Kami akan mendukung KPU dan bawaslu dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan, agar lebih berkualitas bagi kita semua,” lanjutnya.
Selain konten, tentunya KPU juga harus mengantisipasi kekuatan infrastruktur Teknologi Informasi (TI) yang dimilikinya.
Peristiwa "tumbangnya" situs KPU semoga tak terulang terus setiap perhitungan suara dimulai yang justru menurunkan kualitas dari pesta demokrasi di era digital.
Terakhir, bagi warganet tentunya harus lebih bijak ber-media sosial. Rajin menyaring informasi sebelum membagikan ke media sosial salah satu langkah antisipatif sehingga tidak terjebak dalam kubangan hoax yang bersiliweran di dunia maya.
Selamat berdemokrasi
@IndoTelko