Platform jejaring sosial Blued belakangan kembali ramai diperbincangkan warganet.
Pemicunya, keberhasilan Polres Cianjur melakukan penangkapan terhadap lima pelaku pesta seks sesama jenis di wilayah Cipanas, Cianjur di awal Januari 2018.
Menurut salah seorang pelaku, perkenalan dengan sesama gay ini melalui aplikasi Blued. Dalam aplikasi tersebut, didapati sebanyak 200 orang gay di wilayah Cianjur. Dalam aplikasi tersebut mereka membuat janji bertemu di sebuah vila di wilayah Cipanas, untuk melakukan pesta seks sesama jenis.
Blued merupakan aplikasi besutan Blue City Holdings, Tiongkok, buatan pria bernama Geng Le. Aplikasi ini tersedia untuk iPhone dan Android. Jejaring sosial ini pernah mendapat pendanaan US$4,6 juta (Rp60,4 triliun) dari sejumlah investor yang tidak disebutkan namanya.
Aplikasi ini digunakan sebanyak 27 juta pengguna dari seluruh dunia minimal berusia 18 tahun ke atas. Salah satu fitur yang disukai di Blued kabarnya bisa melaukan private live streaming. Dalam fitur ini hanya mereka yang 'berteman' saja yang bisa menonton live streaming.
Sudah Lama
Sejatinya, aplikasi ini sudah lama menjadi perbincangan di dunia maya dan beberapa pihak sudah mempermasalahkan kehadiran platform ini sejak dua tahun lalu ke pemerintah.
Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun mengaku sudah mengambil tindakan tegas terhadap sejumlah aplikasi dan situs yang berbau Lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT).
Dalam keterangan Kominfo (17/1), pada 28 September 2016 terdapat 3 DNS dari 3 Aplikasi LGBT yang tidak sesuai dengan Peraturan telah dilakukan pemblokiran. Kemudian pada 12 Oktober 2017, 5 Domain Name System (DNS) dari Aplikasi Blued juga telah dilakukan pemblokiran. Kemudian pada Januari 18, telah dilakukan pemblokiran sejumlah 9 DNS-nya.
Terkait dengan terbongkarnya perbuatan asusila di Cianjur yang berbau LGBT, Kominfo mengatakan berdasarkan laporan kepolisian bahwa mereka memanfaatkan komunikasi dengan aplikasi pesan khusus yang kerap diakses dengan memanfaatkan VPN (jalur koneksi pribadi), IP anonymizer (penyembunyi alamat internet protocol), situs proxy serta cara-cara lain.
Tak Maksimal
Benarkah Kominfo sudah maksimal dalam melakukan pemblokiran terhadap Blued (aplikasi atau portal BluedIndonesia.com)? Jawabannya tidak. Warganet masih bisa mengakses platform tersebut per 21 Januari 2018.
Tentunya ini menjadi pertanyaan bagi warganet karena per Januari 2018 Kominfo sudah mengoperasikan mesin sensor internet yang dikenal mesin crawling atau mesin pengAIS konten negatif.
Mesin AIS ini kala diperkenalkan di penghujung 2017 diklaim bekerja sangat efektif dalam mencari konten negatif kemudian mengidentifikasi masuk kategori mana konten negatifnya. Suatu konten negatif dapat dilihat langsung seberapa besar pengaruh atau impactnya dalam dunia siber.
Lantas kenapa untuk memblokir portal BluedIndonesia.com saja tidak bisa? Ini tentu menjadi pertanyaan bagi sejumlah kalangan terkait keseriusan Kominfo memberantas konten yang tak sesuai dengan norma di masyarakat. (
Baca: Alot blokir konten)
Apalagi, ketika mesin AIS pertama kali diperkenalkan ke masyarakat salah satu tujuannya adalah memberantas pornografi. (
Baca: Mesin sensor)
Hal lain yang disorot adalah terkait daya tawar Kominfo ke pemilik platform toko aplikasi seperti Google atau jejaring sosial layaknya Google dan Facebook yang masih membiarkan konten Blued berkeliaran di dunia maya Indonesia. (
Baca: Blokir Blued)
Sejauh ini pemain Over The Top (OTT) global itu belum menjalankan himbauan dari Kominfo untuk menurunkan konten berbau Blued di platformnya. (
Baca:
Kisruh Blued)
Jika begini wajar saja warganet mempertanyakan kinerja dari mesin AIS. Pameo tentang investasi sekitar Rp 200 miliar untuk mesin AIS tak ada artinya jika dari sisi "manusianya" tak memiliki niat dan keberanian memberantas konten seronok di dunia maya, benar adanya!
@IndoTelko