JAKARTA (IndoTelko) - Masyarakat informasi Indonesia yang tergabung dalam kaukus Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) dan Indonesia ICT Institute (IDICTI) mendesak Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk membuka laporan awal dari Facebook terkait skandal Cambridge Analytica untuk pengguna Indonesia atas nama transparansi dan kepastian hukum.
“Sebenarnya kami menyayangkan keluarnya pernyataan dari Pejabat eselon I Kominfo pekan lalu terkait laporan awal dari Facebook untuk skandal Cambridge Analytica itu. Dari sisi etika, sudah tahu ada tuntutan hukum dari kami dan akan disidang di pengadilan, artinya itu akan mempengaruhi proses persidangan nantinya. Kedua, kami melihat ini (Pejabat) kok terkesan seperti “Humas” Facebook ketimbang regulator,” sesal Direktur LPPMII Kamilov Sagala dalam pesan singkat ke IndoTelko, Senin (16/7).
Menurutnya, pernyataan dari pejabat Kominfo yang terkesan “membela” dan menelan mentah-mentah data yang disajikan Facebook terkait skandal Cambridge Analytica, seperti menafikan peran lembaga tersebut sebagai regulator.
“Tidak ada semangat sebagai regulator. Tidak ada semangat nasionalisme. Saya tak tahu lagi mau omong apa,” katanya.
Sementara Direktur IDICTI Heru Sutadi menantang balik Kominfo untuk membuka ke publik surat yang dikirimkan Facebook ke regulator. “Sudah kadung basah, mari buka (suratnya) biarkan nanti publik menilai ini kualitas regulatornya,” tukasnya.
Terkait dengan persidangan pertama dari gugatan yang dilayangkan keduanya terhadap Facebook, dinyatakan sudah ada jadwal yakni 21 Agustus mendatang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kita mohon dukungan rakyat Indonesia. Kalau Kominfo tak mampu taklukkan Facebook, biarkan kami yang berjuang,” kata keduanya kompak.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan, menyatakan berdasarkan surat yang diterima dari Facebook mengenai hasil investigasi awal skandal Cambridge Analytica, belum ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan data pribadi. (
Baca:
Surat Facebook)
“Tidak ada satupun data pengguna Facebook di Indonesia yang tersedot Cambridge Analytica. Jadi jumlah sekitar 87 juta itu hanya di Amerika,” kata Pria yang akrab disapa Semmy itu.
Pernyataan Semmy menjadi tanda tanya di publik mengingat akan digelarnya sidang pertama gugatan masyarakat informasi tak lama lagi. (Baca:
Gugatan Facebook)
Padahal, angin segar baru saja menerpa kelompok penggugat Facebook setelah Kantor Komisi Informasi (ICO) Inggris mendenda Facebook setengah juta poundsterling, atau sekitar US$663.000.
Dalam laporannya, ICO mendapati, Facebook telah melanggar hukum karena gagal melindungi data sekitar 87 juta penggunanya.
Penyelidikan ICO menyimpulkan, Facebook "melanggar hukum dengan tidak melindungi informasi orang," kata laporan itu. Penyidikan juga mendapati, perusahaan gagal untuk secara terbuka menjelaskan bagaimana data orang-orang dicuri oleh orang lain.
Masyarakat Informasi Indonesia menggugat Facebook secara materiil berupa biaya data internet untuk mengakses facebook sebesar Rp 20 ribu untuk setiap pengguna facebook atau total untuk satu juta pengguna Facebook sebesar Rp 20 miliar yang data-data pribadinya telah disalahgunakan dan/atau dibocorkan.
Selain itu ada juga kerugian imateriil berupa beban mental dan tekanan psikologis yang telah membuat keresahan, kekhawatiran, ketidak nyamanan, dan menimbulkan rasa tidak aman terhadap para pengguna Facebook di Indonesia, dengan nilai sebesar Rp 10 juta untuk setiap pengguna facebook atau total untuk satu juta pengguna facebook sebesar Rp 10 triliun yang data-data pribadinya telah disalahgunakan dan/atau dibocorkan.(id)