Mesin crawling atau mesin pengAIS konten negatif yang dikenal dengan nama AIS milik Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadi topik hangat pengguna internet (warganet) minggu lalu.
Pemicunya adalah beredarnya konten berisi video kekerasan terhadap salah satu pendukung klub sepak bola Persija bernama Haringga Sirilla yang berujung pada kematian.
Dalam video yang tersebar di media sosial itu menampilkan salah satu anggota The Jak (Sebutan untuk pendukung Persija) bernama Haringga Sirilla menjadi bulan-bulanan oknum bobotoh (Sebutan untuk pendukung Persib).
Peristiwa itu terjadi di area parkir Gelora Bandung Lautan Api menjelang duel Persib Bandung kontra Persija Jakarta pada Minggu 23 September 2018. (
Baca: Video kekerasan)
Kabarnya ada 450 URL (versi Kominfo) terkait dengan konten kekerasan itu yang beredar di masyarakat dan diblokir oleh Kominfo melalui permintaan ke penyedia jasa internet (PJI) atau pemilik platform media sosial (Medsos).
Pemicu lainnya adalah viralnya situs "Skandalsandiaga.com" yang kontennya menyerang salah satu calon wakil presiden (cawapres) dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yaitu Sandiaga S Uno.
Lamban
Warganet mempertanyakan dua hal terkait "MesinAis", yaitu kecepatan dan keakuratan dalam melakukan pemblokiran.
MesinAis diragukan kinerjanya karena untuk video yang kadung viral terlihat Kominfo berharap kepada "belas kasihan" dari pemilik platform karena konten berada di media sosial.
Kominfo menyatakan proses penurunan konten biasanya akan membutuhkan beberapa jam bagi platform media sosial untuk mengeksekusi setiap permintaan. Jika konten yang diajukan tersebut juga melanggar ketentuan internal/komunitas platform, maka makin cepat konten tersebut diturunkan.
Akibat posisi "meminta" maka arus viral dari konten video itu tak tertahankan karena konten sudah beredar sejak 23 September malam.
Hal yang sama juga terjadi dalam penanganan portal "SkandalSandiaga.com" dimana kabarnya pada 24 September 2018 sudah ada laporan dari masyarakat ke aduan konten yang dikelola Kominfo.
Lantas kenapa baru Selasa (25/9) jam 10.30 pagi mulai ada permintaan blokir ke PJI dan pemilik platform medsos?
Pertanyaan makin kritis karena ternyata dalam pemblokiran portal "Skandalsandiaga.com" pun terlihat "ngos-ngosan". Dalam beberapa hari setelah itu portal masih bisa diakses walau bukan melalui PJI besar bahkan via aplikasi Virtual Private Network (VPN).
Ini tentu wajar dipertanyakan karena konten berada di dalam website yang lebih mudah ditelusuri dan ditutup tanpa harus menunggu "belas kasihan" dari pihak ketiga (Platform Medsos). (
Baca: Situs
SkandalSandiaga)
Kempis
Melihat mudahnya kebobolan MesinAis menjalankan tugasnya untuk dua kasus diatas, wajar saja masyarakat bertanya, sebenarnya bagaimana kemampuan dari perangkat yang kabarnya bernilai ratusan miliar rupiah itu?
Jika dikilas balik kala mesinAis akan dilelang, Kominfo menyatakan mesin ini akan meng-otomatisasi pencarian situs atau konten negatif di Internet yang selama ini dilakukan secara manual. Dukungan secara hardware ada beberapa perangkat seperti server, storage, dan lainnya
Direktorat Keamanan Kominfo nantinya sebagai pihak yang mengoperasikan mesin akan menambahkan keamanan dari sistem dan secara regular melakukan audit agar pengamanan dari alat itu terjamin.
Dalam persyaratan tender, terlihat lumayan "canggih" untuk mesin crawling syarat bagi pengadaan MesinAis.
Dinyatakan dalam kebutuhan untuk sensor konten, Kominfo mensyaratkan sistem harus bisa menyimpan CDR-IP (IPDR) operator dan log traffic internet agar pemantauan proaktif dapat berkomunikasi dengan sistem penapisan dan pemblokiran.
Memiliki kemampuan untuk mengusulkan tabel URL yang mengandung konten negatif dengan topik tertentu dalam waktu kurang dari 15 menit untuk sumber-sumber data yang sudah terdefinisi sebelumnya (predefined). Besaran data dihitung berdasarkan asumsi 3000 page per menit per server.
Sistem crawling dan data mining yang diusulkan harus dapat membaca data yang diperoleh dari NAP syslog, Kominfo white list & black list site, google custom search API.
Sistem harus memiliki garansi untuk bug support selama tiga tahun begitu juga untuk perangkat keras dan lunak yang ditawarkan untuk sistem crawling dan data mining. Perangkat keras nantinya memiliki penyimpanan dengan kapasitas minimal 30 Terabyte.
Tak hanya itu, sistem harus memiliki kemampuan untuk menghindari pemblokiran IP oleh situs tujuan (misalnya mekanisme penggantian IP) minimal setahun.
Mesin nantinya akan melakukan pencarian secara aktif berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh Kominfo seperti pornografi, perjudian, dan kegiatan lain yang ilegal.
Tak hanya itu, pemenang lelang harus mampu menyediakan koneksi dan internasional internet subscription dari Pusat Data (Data Center) ke Internet menggunakan 10 ISP dengan kapasitas bandwidth minimal 100 Mbps per ISP dengan 64 IP Publik per ISP.
Menyediakan koneksi leased line dari 8 titik yang ada di Operator Jaringan ke Pusat Data (Data Center) dengan kapasitas 1 Gbps per lokasi. SLA jaringan yang diharapkan adalah 99,5%. (
Baca:
Teknis Mesin Ais)
Sayangnya, dalam praktiknya ternyata mesin AIS tak segahar persyaratannya. Kecepatan pemblokiran masih "tergantung" kepada PJI dan platform medsos.
Mesin AIS ternyata tak lebih sekadar mengidentifikasi dan membuat database tanpa ada kekuatan eksekusi blokir. Bahkan untuk pekerjaan identifikasi dan "update database" ini pun ternyata kecepatannya tak seperti yang diharapkan.
Sebuah tantangan yang harus secepatnya diatasi Kominfo mengingat kontestasi Pilpres 2019 mulai panas dan tentunya konten-konten hoaks kian bertebaran yang harus dilawan oleh Mesin Ais yang tangguh bukan kempis.
@IndoTelko