telkomsel halo

Istana kaca bagi pengguna WA

13:21:00 | 23 Jun 2019
Istana kaca bagi pengguna WA
Pengguna aplikasi perpesanan WhatsApp (WA) di Indonesia belakangan mulai resah dengan isu adanya patroli siber yang akan dilakukan kepolisian di platform yang dimiliki Facebook itu.

Latar belakang patroli siber ini yaitu adanya perubahan media penyebaran hoaks. Semula, penyebaran hoaks dilakukan via media sosial Facebook, Twitter, dan Instagram. Sekarang, penyebaran hoaks terjadi lewat grup-grup WA. Penyebaran hoaks lewat grup WA berlangsung lebih cepat tanpa terdeteksi.

Patroli grup percakapan di WhatsApp baru dilakukan setelah penyitaan terhadap ponsel peserta grup itu dilakukan. Syaratnya, sudah ada proses penegakan hukum dan tersangka diketahui.

Polri mengatakan ada sejumlah tahapan dalam patroli siber yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Pertama, upaya pencegahan atau mitigasi terhadap akun yang menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan sebagainya.

Kedua, penegakan hukum. Namun, langkah ini baru ditempuh bila setelah upaya pencegahan akun-akun tersebut tetap menyebarkan hoaks ataupun ujaran kebencian. Penyidik bakal menggali rekam jejaknya melalui laboratorium forensik digital. 

Singkatnya, patroli siber itu tak serta merta langsung dilakukan ke dalam WhatsApp. Patroli siber di grup WhatsApp baru akan dilakukan jika penyidik telah mengetahui siapa tersangka penyebar hoaks. Apalagi, jika tersangka penyebar hoaks itu melakukannya dengan handphone yang dimilikinya.

Didukung
Menkominfo Rudiantara pun melihat aksi yang dilakukan Polri bukan sesuatu yang luar biasa tetapi hal lumrah dalam upaya penegakkan hukum.

Dalam kacamata Rudiantara, WhatsApp Grup adalah ruang publik bukan ruang privat. Polisi bisa melakukan patroli grup Whatsapp berdasarkan laporan masyarakat yang disebut delik aduan. Polisi juga bisa menggunakan delik umum, jika grup Whatsapp tersebut berpotensi ke arah kriminal.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menandaskan bahwa pilihannya tinggal privasi atau kemanan negara. 

“Keamanan nasional harus diberikan karena itu tanggung jawab presiden. Tanggung jawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya. Jadi, kalau nanti tidak dilindungi karena abai, mengutamakan privasi maka itu, nanti Presiden salah loh,” ujar Moeldoko. 

Diungkapkannya, langkah itu merupakan keputusan bersama antara Menko Polhukam, KSP, Panglima TNI, Kapolri, Menkominfo, Mendagri, dan Jaksa Agung. Menurut dia, semua sepakat dalam kondisi di mana ada tekanan tinggi yang pada akhirnya akan mengacaukan situasi, langkah itu harus dilakukan. 

"Negara tidak boleh ragu-ragu mengambil keputusan terhadap salah satu media sosial atau Whatsapp dan seterusnya, apa pun itu, yang nyata-nyata akan mengganggu situasi keamanan nasional, harus ada upaya untuk mengurangi tensi itu,” kilahnya.

Istana Kaca 
Sementara Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan patroli polisi di WhatsApp Grup tak dapat dilakukan karena harus terlebih dahulu menemukan terjadinya kejahatan atau pelanggaran hukum. 

Jika tak ada kejahatan, yang terjadi menjurus pada pengawasan massal atau mass surveillance yang dikhawatirkan dapat menerobos ruang privat. 

Dicontohkannya mekanisme "pengawasan" di Inggris, yang justru malah disalahgunakan hingga menyasar orang yang tak melakukan pelanggaran hukum. Sementara di Tiongkok, metode pengawasan massal ini malah berujung pada upaya pemerintah negara itu mendikte aktivitas warga negaranya. 

Bahkan, jika pun konteksnya penegakkan hukum, survailance massal apalagi dengan melibatkan warga masyarakat lainnya tak dapat digunakan secara segera. Langkah masuk ke ruang privat itu harus sebagai the last resort.

ICJR mengingatkan Indonesia belum memiliki UU yang mengatur perlindungan data pribadi maupun penyadapan. Alhasil penggunaan metode itu hanya akan membuat masyarakat semakin rentan bagi penyalagunaan wewenang negara. 

Banyak pihak menilai, sejumlah "inovasi" yang dilakukan negara dalam "pengawasan" platform komunikasi tak bisa dilepaskan dari "kesuksesan" pembatasan akses media sosial beberapa waktu lalu dimana ternyata ada sebagian masyarakat "memaklumi" aksi itu.

Hal yang tak disadari adalah jika kita meyakini pelarangan, pembatasan dan pengawasan adalah langkah yang tepat dan efektif untuk membangun ketertiban, masih relevankah kita bicara reformasi di jalan yang benar sementara yang dihasilkan adalah demokrasi berbasis "Istana Kaca?".

GCG BUMN
@IndoTelko 

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year