Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong membuat heboh jagat dunia maya pada Selasa (30/7) sore.
Dalam paparan tentang realisasi investasi, Pria yang akrab disapa Tom ini menyebut empat unicorn kebanggaan Indonesia diklaim Singapura dalam laporan Google dan Temasek berjudul e-Conomy SEA 2018: Southeast Asia’s internet economy hits an inflection point.
Riset tersebut meliputi empat sektor kunci dalam ekonomi digital, yakni online travel, online media, ride hailing dan eCommerce. Riset tersebut juga hanya meliputi enam pasar terbesar di Asia Tenggara yakni Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Emapt unicorn nusantara yang dimaksud oleh Tom adalah Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.
"Kalau kita lihat riset oleh Google dan Temasek yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi digital di Asean, empat unicorn kita diklaim sebagai unicorn mereka (Singapura). Saya kaget juga, di laporan itu ada tabel tentang unicorn di mana Indonesia nol, tapi di Singapura ada empat," kata Tom.
Menurut Tom, hal itu bisa terjadi karena empat Unicorn itu memang menerima pendanaan lewat Singapura karena induk perusahaan itu terdapat di "Negeri Singa".
"Faktanya empat unicorn kita induknya memang di Singapura semua. Uang yang masuk ke empat unicorn kita masuknya lewat Singapura semua. Dan seringkali masuknya bukan dalam bentuk investasi, tapi oleh induknya unicorn di Singapura langsung bayar ke vendor atau supplier di Indonesia," katanya.
Sontak pernyataan ini menjadi viral di dunia maya. Hal ini mengingat secara politik, empat unicorn itu adalah simbol dari prestasi Kabinet Kerja memfasilitasi dan mengakselerasi ekonomi digital lima tahun terakhir.
Apalagi, sehari sebelumnya, Senin (29/7), Grab mengumumkan investasi sebesar US$ 2 miliar untuk Indonesia selama lima tahun ke depan melalui modal yang diinvestasikan oleh SoftBank dalam rangka mendukung pengembangan infrastruktur digital di Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, komitmen Softbank sebagai salah satu investor dari Grab ini diucapkan di depan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, Grab siap membuka kantor pusat kedua di Indonesia agar bisa "dinaturalisasi" menjadi Unicorn Nusantara.
Sadar pernyataannya memicu isu liar, Tom langsung melakukan revisi pada Selasa (30/7) sore melalui akun twitter pribadinya terkait pernyataannya di siang hari.
Maaf & ralat: @tokopedia dan @bukalapak sudah klarifikasi ke saya, @gojek indonesia sudah klarifikasi ke publik: mereka tidak pakai induk perusahaan di Singapura, tapi sepenuhnya PT PMA di Indonesia... Saya bicara terlalu jauh, mengomentari bahan Google-Temasek ini,” cuitnya melalui @Tomlembong.
Fakta
Lantas bagaimana fakta sebenarnya dari informasi yang disampaikan seorang Kepala BKPM dimana salah satu Tugas Pokok dan Fungsinya adalah mencatat lalu lintas investasi yang masuk ke Indonesia? Setengah benar atau sepenuhnya salah?
Jika merujuk kepada riset yang disebut Tom yakni e-Conomy SEA 2018: Southeast Asia’s internet economy hits an inflection point, tak ditemukan frasa klaim atas empat startup nusantara sebagai milik Singapura.
Masing-masing startup usai pernyataan Tom juga ramai-ramai mengeluarkan bantahan. Tokopedia menyatakan terdaftar sebagai Penanaman Modal Asing (PMA) dengan entitas PT Indonesia Tokopedia dan memperoleh seluruh perizinan dari BKPM.
Tokopedia menegaskan tidak memiliki induk perusahaan di negara lain. Hal ini sesuai dengan pernyataannya yang menegaskan jika PT Tokopedia sejak awal selalu beroperasi di Indonesia. Dia menambahkan, Tokopedia hanya memiliki anak perusahaan kecil di Singapura untuk mendukung sebagian upaya riset dan pengembangan induk perusahaan Tokopedia yang ada di Indonesia.
Tokopedia menegaskan penanaman modal terhadap perseroan masuk ke Indonesia sebagai penanaman modal langsung.
Traveloka juga merupakan PMA yang memperoleh pendanaan dari banyak pihak. Traveloka menegaskan, jika Investasi dari fundraising yang diperoleh Traveloka tentunya disalurkan untuk pengembangan perusahaan yaitu PT Trinusa Travelindo.
Kantor pusat Traveloka (PT Trinusa Travelindo) di Jakarta, Wisma 77, Slipi, dan 80% karyawan Traveloka dipekerjakan di Indonesia.
PT Trinusa Travelindo memiliki kantor pusat operasional di Jakarta, yang meliputi kantor customer service. Selain itu, kantor customer service kami juga beroperasi di Semarang dan Yogyakarta.
Sedangkan Gojek adalah perusahaan yang terdaftar di Indonesia dengan nama PT Aplikasi Karya Anak Bangsa. Seluruh penanaman modal dan investasi ditanamkan dan dibukukan penuh di perusahaan Indonesia tersebut. Gojek juga membantah memilki perusahaan di Singapura sebagai induk perusahaan.
Setengah Benar
Jika melihat bantahan dari unicorn yang disebutnya dan fakta salah kutip hasil laporan terkesan Tom sudah sepenuhnya salah.
Tetapi jika melihat fakta lainnya yakni tentang status kepemilikan saham dari unicorn bisa jadi Tom setengah benar.
Misalnya, Gojek yang sekarang sudah masuk kategori Decacorn. Statu kepemilikan dari pendirinya Nadiem Makarim dipastikan secara persentase tak lagi dominan.
Data KKRAsia pada November 2018 CEO dan founder Nadiem Makarim masih memegang sekitar 58,416 saham atau setara dengan 4,81% kepemilikan di GO-JEK.
Berikutnya, Chief Information Officer (CIO) dan co-founder Kevin Aluwi memegang 205 lembar saham. (
Baca: Gojek)
President Director Andre Soelistyo memiliki 3,357 lembar saham. Andre sebelumnya adalah eksekutif di Northstar Group dan komisaris di Kartuku, perusahaan yang diakuisisi Go-Jek pada 2017 lalu. Direksi lainnya yang memegang saham GO-JEK adalah Antoine de Carbonnel (1,923 saham).
Hal yang sama terjadi di Tokopedia. KrAsia pada (7/12/18) menurunkan laporan berjudul "Snapshot of Tokopedia’s company structure and major shareholders".
KrAsia memperoleh dokumen hukum yang mencerminkan struktur perusahaan dan kepemilikan saham. Perusahaan berkewajiban untuk mengajukan dan memperbarui dokumen-dokumen ini dengan pihak berwenang Indonesia. Versi terbaru dokumen ini dari 27 November lalu, yang cocok dengan laporan putaran terakhir pada bulan November.
Dalam dokumen tersebut memuat PT Tokopedia sebagai perusahaan investasi asing dan mengatakan bahwa perusahaan memiliki modal disetor total sebesar Rp339.171.883.000 (sekitar US$ 23 juta), dengan investor datang lebih dari 6 putaran (Seri A sampai F).
Co-founder/CEO William Tanuwijaya dan Lenotinus Alpha Edison (wakil ketua) memegang sekitar 5,6% dan 2,3% dari total saham yang dikeluarkan, masing-masing. (
Baca: Tokopedia)
Alhasil, banyak kalangan menilai keluarnya pernyataan dari Tom tentang investasi yang masuk ke Indonesia melalui Singapura tak sepenuhnya salah.
Pasalnya, Indonesia masih dianggap belum mendukung kemudahan soal arus uang masuk dan keluar. Belum lagi soal ketidakjelasan regulasi yang akhirnya banyak investor memilih "transit" dulu uangnya di Singapura, setelah itu baru ke Indonesia.
Asal tahu saja, hingga sekarang Indonesia belum memiliki aturan yang jelas untuk menarik pajak atas bentuk investasi yang masuk maupun transaksi ekonomi yang terjadi dari berbagai jenis perusahaan digital.
Saat ini, definisi Badan Usaha Tetap (BUT) belum sesuai dengan kondisi perusahaan digital dimana kehadiran fisiknya tidak terasa, namun transaksi ekonominya berjalan.
"Salah ucap" seorang Tom tak bisa dilupakan dengan hanya permintaan maaf karena tak semua fakta yang disampaikan salah yakni memang pendapatan bagi negara seret dari ekonomi digital.
Soalnya, berharap setoran pajak secara konvensional ketika ada suntikan dana masuk ke startup seperti pungguk merindukan bulan. Aturan yang ada saat ini suntikan modal bagi perusahaan digital di dalam negeri bukan merupakan obyek pajak penghasilan (PPh) badan. Transaksi ini akan diketahui oleh otoritas pajak dari komposisi pemegang saham.
Komposisi pemegang saham perusahaan digital akan tercermin dari akte perubahan modal dan tercatat di SPT tahunan wajib pajak. Investasi atau penanaman modal akan dikenai PPh saat perusahaan memberikan dividen ke investor dari luar negeri tersebut melalui Pph pasal 26. Lha, dengan kondisi unicorn banyak yang merugi kapan dividen dikeluarkan dan pajak diterima negara?
Sudah saatnya pemerintah mengubah strategi menghadapi perusahaan digital jika ingin meningkatkan pendapatan dari sektor ini, salah satunya memperluas definisi BUT untuk bisa ditarik pajak diubah tidak hanya mensyaratkan kehadiran secara fisik, tetapi juga kegiatan usaha yang dijalankan. Dengan adanya status ini, pemerintah atau otoritas pajak bisa mengenakan pajak atas operasional bisnis perusahaan di negara lain. Sekalipun, kantor pusatnya tidak di negara yang dimaksud.
Kedua, untuk transaksi yang terjadi terhadap perusahaan digital pemerintah bisa menerapkan kebijakan pungutan atau levy atas barang tersebut. Skema ini, sudah dilakukan oleh India yang melakukan pungutan atas barang digital yang dijual di sana.
Jika dua langkah ini berani dilakukan, maka konsep mengalirkan air melalui talang air bisa terjadi dimana investasi yang masuk "membasahi" semua pihak tanpa ada yang merasa menjadi "sekadar" pasar.
@IndoTelko