Situs Kementrian Pertahanan (Kemhan) pada Kamis (19/12) menurunkan artikel yang lumayan menarik dengan judul "Wamenhan Ingatkan Pentingnya Menguasai Teknologi Pertahanan".
Mengutip isi dari artikel tersebut, Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono mengingatkan pentingnya bagi Indonesia menguasai teknologi pertahanan sebagai sebuah kebutuhan pertahanan di masa depan agar menjadi bangsa yang mandiri.
Menurutnya, perang di masa datang akan didominasi oleh kekuatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan konsep seperti Network Centric Warfare (NCW) dan kemampuan peperangan siber (Cyber Warfare) pada platform persenjataan.
Perpaduan antara teknologi dan konsep operasi perang yang inovatif inilah sesungguhnya merupakan pengertian paling mendasar dari apa yang kemudian disebut sebagai Revolution in Military Affairs (RMA), yang bertumpu pada kecanggihan teknologi.
“Perang kedepan itu, memiliki banyak aset, seperti pesawat tempur ataupun peluru kendali (missile) tidak dengan sendirinya menjamin suatu negara memiliki kekuatan daya tangkal (deterrent power), tanpa diimbangi kemampuan mengeksploitasi konsep-konsep perang yang inovatif dan kreatif,” katanya.
Karena itu, penyelenggaraan pertahanan negara menuntut human capital yang unggul, gagasan-gagasan cerdas yang kreatif dan inovatif, sekaligus peralatan yang modern yang secara keseluruhan memerlukan keterpaduan dukungan ekonomi negara yang kuat, industri pertahanan dalam negeri yang kuat dengan didukung oleh kemampuan penelitian dan pengembangan (R&D) dalam negeri yang mumpuni.
Masih dalam artikel tersebut, Network Centric Warfare harus didukung oleh sistem yang memadukan teknologi sensor dan teknologi/manajemen informasi-komunikasi yang “robust” untuk mampu menangkap dan melakukan “Big Data analysis” yang diperlukan dalam domain ISTAR (Intelligence, Surveillance, Target Acquisition, Reconnaissance) guna mengungkap begitu massive-nya informasi strategis yang dimiliki oleh musuh atau bakal lawan, yang kemudian diperlukan dalam pengambilan keputusan selanjutnya.
Secara keseluruhan Network Centric Warfare ini menjadi semacam “Internet of Things” dari medan operasi perang yang mengandalkan teknologi/sistem manajemen informasi/komunikasi dan sensor-sensor guna meningkatkan “situational awareness”.
“Big Data Analysis” dalam sistem Network Centric Warfare diperlukan untuk memperoleh gambaran lengkap dan akurat guna memprediksi kejadian-kejadian yang akan datang yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.
“Konsep Network Centric Warfare menuntut cara berpikir baru yang koheren pada semua level operasi militer, dari taktis sampai strategis, dimana teknologi menjadi core-nya. Karena itu saya mendorong semua ekosistem di industri pertahanan nasional untuk tanggap terhadap perubahan lingkungan strategis yang tengah terjadi, dan mulai berinvestasi untuk mengembangkan teknologi pertahanan yang mumpuni agar kita menjadi bangsa mandiri dan berdirikari,” tutupnya.
Kedaulatan Siber
Pesan yang disampaikan Wamenhan ini sangat menarik karena kini kian dominan peranan "Siber" dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Sudah saatnya pemerintah untuk memberikan perhatian bagi penguatan ekosistem digital. Penguasaan ekosistem digital menjadi isu amat penting sebagai wujud kedaulatan Indonesia untuk menopang pembangunan digital ekonomi.
Langkah awal bisa dimulai membangun jaringan telekomunikasi nasional sebagai dasar terbentuknya internet yang menjangkau dan melayani seluruh masyarakat Indonesia.
Setelah itu mulai dengan meregulasi internet lokal secara spesifik yang mengakomodasi isu sovereignty.
Harus diingat, dalam era digital, di mana peluang yang dihadirkan untuk membangun pertumbuhan ekonomi begitu besar, kita tidak ingin sekedar memiliki.
Kita harus menguasai dan melakukan kapitalisasi asset bangsa kita untuk kepentingan bangsa kita sendiri. Dengan cara ini kita bisa melakukan perlawanan terhadap praktik-praktik mengerikan dari imperialisme digital yang sepertinya menjadi tren perang di masa depan.
@IndoTelko