Pandemi Covid-19 ternyata menghadirkan tsunami juga bagi startup bervaluasi lebih dari US$1 miliar.
Hal itu terungkap dari email kepada karyawan yang dikirim CEO dan Co-CEO Gojek, Kevin Aluwi dan Andre Soelistyo.
Dalam emailnya, PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Go-Jek menyatakan terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Karyawan (PHK) terhadap ratusan pegawainya. Dampak dari Covid-19 jadi alasan perusahaan harus melakukan perampingan struktur pegawai.
Fokus pada layanan inti, menghentikan layanan yang tidak dapat bertahan di tengah pandemi, dan mengambil keputusan berani untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan prioritas pelanggan membuat Gojek terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja dengan 430 karyawan selain penutupan layanan GoLife dan GoFood Festival.
Pekerja yang dipecat sebagian besar merupakan staf divisi GoLife dan GoFood Festival.
Kedua layanan tersebut juga disetop lantaran dinilai tak relevan dengan kebiasaan baru masyarakat atau normal baru (new normal). Aplikasi GoLife akan disetop pada 27 Juli. Namun, Gojek belum memerinci kapan layanan GoFood Festival dihentikan.
Selanjutnya, Gojek fokus pada tiga layanan inti yakni transportasi, pesan-antar makanan dan minuman, serta pembayaran. Gojek pun menghadirkan bisnis baru seperti penjualan produk kebutuhan sehari-hari dan makanan ‘siap masak’ di layanan GoFood.
Kabar PHK yang dilakukan Gojek ini lumayan mengejutkan karena di awal Juni, startup ini mengumumkan bahwa Facebook dan PayPal resmi menjadi investor di dalam penggalangan dana perseroan putaran terkini.
Selain itu, di penggalangan dana putaran yang sama, Google dan Tencent kembali menambah investasi setelah kedua perusahaan itu menanamkan investasi di Gojek pada penggalangan dana putaran sebelumnya.
Bergabungnya Facebook dan PayPal sebagai investor, menyusul Google dan Tencent, mendukung Gojek dalam misi mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara, dengan fokus pada layanan pembayaran dan keuangan.
Bukan Pertama
Jika merujuk sejak pandemi mulai hadir, sudah banyak startup berguguran atau terpaksa menyesuaikan bisnisnya.
Pesaing Gojek, yakni Grab terlebih dulu melakukan PHK terhadap 360 pegawai atau 5% kurang dari total karyawan imbas pandemi.
Startup yang bergerak di bidang online travel agent (OTA) adalah yang paling menderita karena adanya kebijakan lockdown di sejumlah negara atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia.
Agoda misalnya memutuskan untuk memberlakukan PHK terhadap 1.500 karyawan yang tersebar di 30 negara.
Traveloka dikabarkan melakukan PHK pada 100 orang karyawannya. OYO Hotels and Homes dikabarkan melakukan PHK terhadap 600 dari 800 karyawan. Bahkan, Airy dikabarkan akan menghentikan operasinya secara permanen karena terdampak pandemi COVID-19.
Startup yang bermain di konten video on demand juga kewalahan dengan dampak dari pandemi.
Lihat saja langkah drastis yang diambil HOOQ dengan memilih tutup operasi.
Sementara pemain yang masih bertahan seperti iflix terus merugi dan terpaksa mencari investor baru.
Konon, sejak awal tahun ini, iflix sudah berusaha mencari pendanaan dengan target $50 juta. Per akhir tahun 2019, kas perusahaan semakin menipis setelah menutup kerugian bersih di tahun 2018 yang dilaporkan hingga $158,1 juta.
Di Indonesia, iflix didukung oleh dua konglomerat media, yaitu Emtek dan MNC. Kabar terbaru menyatakan Tencent sudah masuk ke iflix.
Jika melihat langkah yang diambil oleh manajemen startup, merupakan hal yang wajar dilakukan agar bisa bertahan di tengah roda ekonomi yang tengah melambat.
Melakukan refocussing dan resize bisnis adalah hal yang harus dilakukan agar tetap bisa bertahan. Langkah lain yang bisa dilakukan adalah berani berinvestasi di sesuatu yang baru agar tetap kompetitif ketika ekonomi mulai membaik.
Pertanyaannya, sampai sejauh mana "stamina" para startup mampu menghadapi pandemi?
@IndoTelko