Penggiat Media Sosial (Medsos) dan pemilik usaha PS Store, Putra Siregar membuat heboh media massa belum lama ini.
Semua tak bisa dilepas dari aksi Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta yang menangkap Putra Siregar (PS) terkait dugaan penjualan ponsel ilegal.
Pengusaha sukses asal Kota Batam pemilik PS Store itu ditetapkan menjadi tersangka terkait tindak pidana Kepabeanan.
Putra Siregar diduga melakukan penyelundupan sebanyak 190 ponsel bekas berbagai merek secara ilegal.
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) merilis laporan menangkap PS terkait kepemilikan dan peredaran barang-barang ilegal.
Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jakarta melakukan Tahap II (Penyerahan Barang Bukti dan Tersangka) ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur atas hasil penyidikan tindak pidana kepabeanan.
Penyerahan barang bukti dan tersangka tersebut dilaksanakan atas pelanggaran pasal 103 huruf d Undang-undang No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Tersangka berinisial PS telah diserahkan beserta barang bukti antara lain 190 Handphone bekas berbagai merk dan uang tunai hasil penjualan sejumlah Rp 61.300.000.
Bea Cukai Kanwil Jakarta mengatakan telah melakukan penyelidikan kepada tersangka sejak akhir tahun 2017. Sehingga saat bukti terkumpul cukup, PS langsung diamankan.
PS memiliki banyak toko sehingga setelah dilakukan penyelidikan di toko pertama di lanjutkan ke beberapa toko lainnya yang masih milik Putra Siregar yang diberi nama PS Store tersebut.
Dalam proses penyelidikan pihaknya harus memenuhi semua unsur perundangan sesuai dengan pasal yang berlaku. Setelah bukti lengkap, proses kembali lanjut ke kejaksaan pada tahun 2019.Ricky menekankan, bahwa penyelidikan memang cukup lama karena proses yang juga panjang. Setelah ditemukan pelanggaran pada akhir 2017 maka di 2018 baru mulai berjalan penyelidikannya.
Setelah hasil dari kejaksaan keluar bahwa yang bersangkutan terbukti salah dan ditetapkan sebagai tersangka. Dengan demikian, baru BC bisa melakukan tindakan penangkapan.
Membaca kronologisnya, terlihat tahapan panjang dan tidak sederhana.
Gunung Es
Terbongkarnya kasus PS, ibarat puncak gunung es dari maraknya penjualan ponsel ilegal di tanah air yang sering dibicarakan Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI).
Asosiasi tersebut sering menyatakan ada sekitar 10 juta unit ponsel per tahun diselundupkan ke Indonesia dengan kerugian negara berkisar Rp2,5 triliun per tahun.
Pemerintah sebenarnya sudah berusaha melawan
peredaran ponsel ilegal ini dengan memperkuat aturan impor, bea dan cukai, serta melakukan operasi pasar.
Terakhir mencoba mengontrol aktivasi ponsel dengan memperkenalkan
validasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) ponsel.
Dalam kasus PS, anak muda ini tak terjerat karena hasil pengendalian IMEI ponsel, tetapi lebih pada pelanggaran importasi.
Lantas bagaimana
kabar validasi IMEI ponsel?
Ternyata, per akhir Juni lalu, alat validasi yakni Central Equipment Identity Register (CEIR) masih dalam tahap uji fungsi (functional test) oleh operator seluler.
Bahkan ada kabar beredar alat validasi IMEI itu belum dihibahkan ke Kemenperin. Alhasil, penerapan aturan IMEI tak maksimal.
Padahal, untuk bisa menerapkan aturan tersebut, operator seluler menggunakan EIR untuk mendeteksi nomor IMEI pada ponsel.
Data ini kemudian dikirimkan ke CEIR untuk divalidasi. Integrasi data itu harus dilakukan, supaya EIR terhubung dengan CEIR. EIR dioperasikan oleh operator, sementara CEIR dikelola Kemenperin.
CEIR kabarnya baru bisa dioperasikan optimal untuk validasi IMEI pada Agustus.
Asal tahu saja, dalam pelaksanaan validasi IMEI Ponsel, pemerintah memutuskan untuk menerapkan skema whitelist.
Ketika konsumen memasukkan simcard ke ponsel ilegal, maka perangkat itu tidak akan mendapat sinyal. Sebab, mesin EIR milik perusahaan telekomunikasi tidak menemukan nomor IMEI pada ponsel ilegal tersebut.
Selain Indonesia, pemerintah India, Australia, Mesir dan Turki menerapkan skema whitelist.
Sedangkan ponsel milik Warga Negara Asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia masih bisa digunakan, sepanjang menggunakan simcard dari negara asal. Jika menggunakan simcard Indonesia akan terblokir.
Belum matangnya pelaksanaan validasi IMEI ponsel ini menjadi pertanyaan jika mengingat terburu-burunya pemerintah dalam mensahkan regulasi ini di tengah pandemi.
Jika ternyata pelaksanaan tak bisa dilakukan sesegera mungkin, buat apa regulasi dikebut tanpa bisa dieksekusi?
@IndoTelko