telkomsel halo

Hoaks dan demokrasi

03:10:36 | 18 Okt 2020
Hoaks dan demokrasi
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menjadi sorotan warganet kala menjadi salah satu narasumber di program Mata Najwa yang membahas protes Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker), pada Rabu malam, 14 Oktober 2020.

Semuanya berawal ketika Direktur YLBHI Afinawati menuding pemerintah menjalankan hoaks mengingat informasi draf final Omnibus Law tidak ada yang pasti dan masyarakat tidak tahu. sedangkan pemerintah mengklaim tahu mana yang versi paling benar.

“Kalau hoaks itu dikatakan disinformasi, maka pemerintah sedang melakukan disinfomasi. Menuduh orang melakukan hoaks tapi tidak pegang naskahnya. Naskahnya baru dikirim hari ini (Rabu,14/10), penangkapan itu tak sah. Itu hoaks terbesar yang dilakukan negara. Mari tarung pasal (per pasal) dimana hoaks,” tantang Asfinawati.

Selanjutnya Asfinawati merinci detail pasal-pasal seputar tenaga kerja di Omnibus Law yang berpotensi merugikan pekerja dan buruh.

Dia menyebutkan, negara telah melakukan disinformasi kalau hanya menyampaikan informasi ke masyarakat tidak lengkap, hanya satu pasal saja.

“Disinformasi itu negara mengutipnya satu pasal saja, tidak semua orang tahu melalui satu pasal saja,” katanya.

Johnny seperti tak siap menghadapi serangan tajam dari Asfinawati tersebut.

Dalam diskusi tersebut, Johnny awalnya menjelaskan terdapat dua jenis hoaks. Pertama hoaks di medsos dan hoaks yang dibicarakan di ruang publik yang disampaikan ada di medsos dan ada 42 isu hoaks seputar UU Ciptaker. Diklaimnya hoaks di media sosial ada 42 hoaks yang mana terbesar 542 sebaran pada lima platform digital.

Johnny terkesan menolak berdebat dalam hal yang teknis dan detail. Dia berdalih kalau mau debat harusnya saat pembahasan RUU Cipta Kerja.

“Jelas sekali tugas Kominfo menurut UU ITE mengategorikan itu (hoaks dan disinformasi). Terkait substansi kalau mau debat detail, debatlah dengan menteri sektor yang terkait,” kata Menkominfo.

Johnny mengklaim pemerintah mengklarifikasikan informasi hoaks atau disinformasi dengan akuntabilitas tinggi dan ketat verifikasinya dengan menyampaikan dokumen.

“Saya undertaking bahwa pemerintah lakukan dengan akuntabilitas tinggi. Mengapa ini kalau pemerintah sudah bilang itu hoaks versi pemerintah ya itu hoaks, kenapa membantah lagi,” tegas Johnny dengan suara meninggi.

Jawaban Johnny ini sontak membuat warganet kaget dan menjadi bahan diskusi yang viral hingga akhir pekan ini.

Asfinawati menilai, pernyataan Johnny merupakan cermin bahwa pemerintah saat ini yang abuse of power. Ia melihat ada gejala pemerintah tidak ingin berdebat dengan argumentasi yang logis dan detail.

"Kalau yang buat kebijakan tidak mau bicara detiail UU, maka dasar pembuatan kebijakan dari mana? Ini abuse of power," ujar Asfi.

Monopoli Kebenaran
Pegiat antihoaks dan literasi digital, Anita Wahid mengatakan pemerintah sebaiknya tak memonopoli kebenaran.

Menurut Anita, pernyataan Johnny itu akan berbahaya bagi demokrasi karena akan berpeluang terjadi penyalahgunaan dan pemaksaan narasi yang selaras dengan pemerintah saja. "Ini bisa berakibat pada pembungkaman narasi berbeda," katanya.

Anita mengatakan, pengecekan fakta berbicara tentang benar-salah, bukan setuju-tidak setuju. Adapun setuju atau tidak setuju merupakan ranah opini. Ruang pengecekan fakta sebaiknya diberikan seluas-luasnya kepada para pengecek fakta independent dan jurnalis.

Jika ingin ikut masuk melakukan pengecekan fakta, pemerintah harus menggunakan kaidah-kaidah pengecekan fakta yang benar. Artinya, pemerintah harus mampu menjelaskan dan memberikan referensi mengapa sebuah informasi disebut hoaks, bagian mana yang hoaks, dan apa basis verifikasinya.

Dia mengingatkan, pemerintah tak bisa mengatakan sebuah informasi sebagai hoaks hanya dengan pernyataan 'pemerintah sudah mengatakan itu hoaks, berarti ya hoaks'. 

Sederhananya, kalau tak siap debat, jangan langsung ancam dengan stempel hoaks.

Ingatlah, demokrasi itu selalu memberikan ruang untuk perbedaan dan perdebatan, bukan ancaman!

GCG BUMN
@IndoTelko

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year