Jakarta, (IndoTelko)- PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) berpeluang memacu pendapatan lantaran permintaan operator telekomunikasi terhadap menara telekomunikasi bakal meningkat di era 5G.
Anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) ini mengelola menara telekomunikasi lebih dari 28.000 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah Menara telekomunikasi akan ditambah seiring dengan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham Mitratel dengan menawarkan sebanyak-banyaknya 29,85% saham kepada publik, Dana IPO ini antara lain dialokasikan Mitratel untuk membeli tower sebanyak 6.000 unit.
Research Analyst Indopremier Sekuritas Hans Tantio mengatakan kebutuhan Menara telekomunikasi berspektrum tinggi diprediksi meningkat di era 5G sehingga Mitratel berpotensi meningkatkan kinerja bisnis di masa mendatang. “Kebutuhan tower dan spektrum tinggi akan meningkat, peluang bisnis untuk perusahaan penyedia tower komunikasi seperti Mitratel,” ujar Hans di Jakarta, Kamis (9/11)
Hans berpendapat cakupan dan ketersediaan tower telekomunikasi Mitratel itu menjangkau wilayah di luar Pulau Jawa. “Ketersediaan tower Mitratel di luar Pulau Jawa merupakan unique selling point yang membedakan Mitratel dengan kompetitornya. Saya meyakini kinerja fundamental Mitratel akan bertumbuh di era 5G,” ucap Hans.
Mitratel pada 2020 membukukan pendapatan senilai Rp 6,18 triliun, meningkat 16,16% dari tahun 2019 sebesar Rp 5,32 triliun. Tren ini berlanjut di tahun 2021. Pada semester I/2021, pendapatan senilai Rp 3,22 triliun atau meningkat sebesar 10,65% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2,91 triliun. Pada Juni 2021 ini, perseroan mengantongi laba bersih senilai Rp 700,7 miliar. Realisasi laba bersih ini melonjak sebesar 356% dari Rp 153,7 miliar pada semester I/2020.
Hans mencermati konsolidasi bisnis operator telekomunikasi akan berdampak positif terhadap permintaan menara telekomunikasi ke depannya. “Tidak tersedia lagi spectrum, sehingga operator telekomunikasi akan menyewa menara telekomunikasi. Tren konsolidasi bisnis para operator akan berefek domino terhadap kinerja fundamental Mitratel di masa mendatang,” imbuh Hans. Lebih lanjut, Hans menyampaikan valuasi Mitratel di kisaran wajar lantaran enterprise value/EBITDA mencapai 13 kali atau rata-rata dengan perusahaan sejenis yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Pada kesempatan terpisah, Raymond Kosasih, analis saham Verdana Sekuritas, menyebutkan penetrasi jumlah menara di Indonesia termasuk rendah dibandingkan beberapa negara, seperti Brasil atau India. Rasio populasi per menara di Indonesia masih termasuk yang tinggi di kisaran 2.250 dibandingkan Brasil dan India yang berkisar 2.100.
“Dengan keterbatasan jumlah spektrum atau frekuensi, sehingga kebutuhan akan menara bakal tetap tinggi pada masa mendatang,” tutur Raymond. Hal tersebut juga dinilai sebagai peluang besar bagi Mitratel untuk menjalin kemitraan bisnis dengan operator-operator telekomunikasi lainnya di luar Grup Telkom. Model bisnis kemitraan Mitratel dan operator itu bervariasi, yakni skema built-to- suit (membangun menara baru) dan co-location (co-lo). Raymond memproyeksikan minat investor terhadap saham Mitratel cukup tinggi karena membukukan laba bersih. “Kinerja fundamentalnya bagus dan akan diapresiasi investor,” ujar Raymond.
Momentum Emas
Rencana IPO Mitratel tidak hanya menjadi momentum emas untuk investor berinvestasi di saham ini, tetapi juga merupakan salah satu penataan portofolio yang dilakukan TelkomGroup untuk mengoptimalkan value creation dari Mitratel sehingga dapat memberikan hasil yang optimal bagi stakeholder.
Mitratel akan menggelar IPO dengan menerbitkan maksimal sebanyak 25,5 miliar saham atau setara 29,85% dari modal yang ditempatkan dan disetor. Dengan range harga Rp. 775 - 975 per lembar saham, maka potensi proceed maksimal Rp. 19, 79 T - 24, 9 T.
Target perolehan dana IPO tersebut termasuk salah satu yang terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jika target dana IPO ini terealisasi maka kapitalisasi pasar Mitratel ini berpeluang mencapai Rp 83,42 triliun atau mengungguli kapitalisasi pasar PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Perseroan telah menunjuk penjamin pelaksana emisi efek antara lain PT Mandiri Sekuritas dan PT BRI Danareksa Sekuritas. Mitratel yang disebut-sebut berpotensi sebagai salah satu raja menara di tanah air, akan memakai dana IPO antara lain sekitar 90% untuk belanja modal dan sisanya modal kerja.Rinciannya, untuk belanja modal itu antara lain sekitar 44% digunakan untuk belanja modal organik antara lain mengembangkan dan memperluas hubungan dengan pelanggan melalui penambahan penyewa kolokasi yang mencakup berbagai pengeluaran terkait dengan penguatan dan penambahan menara.
Selain itu, pembangunan menara baru dan penambahan site baru termasuk biaya sewa lahan baru untuk dibangun untuk pesanan built-to-suit untuk berbagai operator telekominukasi dan ekspansi ke teknologi dan layanan yang dapat bersinergi dengan bisnis penyewaan Menara telekomunikasi. Sementara itu, sekitar 56% akan digunakan untuk belanja modal anorganik. Hal itu antara lain untuk akuisisi strategis portofolio menara berkualitas di Indonesia terutama menara yang dimiliki oleh operator telekomunikasi terkemuka di Indonesia dan akuisisi strategis produk, teknologi dan layanan baru yang dapat bersinergi dengan bisnis penyewaan menara perseroan di Indonesia.
Adapun, roadshow dan penawaran awal (bookbuilding) saham Mitratel dijadwalkan pada 26 Oktober – 4 November 2021. Pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan terbit pada 12 November 2021. Setelah diperolehnya pernyataan efektif dari OJK, penawaran umum akan dilaksanakan pada 16-18 November 2021 dan pencatatan saham (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 November 2021.(wn)