JAKARTA (IndoTelko) - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel menargetkan pertumbuhan pendapatan rata-rata sebesar 10-11% per tahun atau di atas industri menara telekomunikasi yang cenderung bertumbuh 5-6%. Neraca keuangan yang kuat diyakini bakal mendukung pertumbuhan tersebut.
“Kami pertumbuhannya di atas industri. Kami harapkan bisa mencapai paling tidak di level 10% atau 11% per tahun," kata Direktur Investasi Mitratel Hendra Purnama, belum lama ini.
Hendra menegaskan, pertumbuhan pendapatan tersebut karena perseroan memiliki neraca keuangan yang kuat. Dengan begitu, Mitratel akan mendapatkan pertumbuhan pendapatan melalui bisnis organik maupun anorganik.
Selain mengincar pertumbuhan dari sisi pendapatan, perusahaan menara telekomunikasi terbesar di Indonesia ini juga menargetkan tenancy ratio pada 2025-2026 menjadi 1,8 kali dari rata-rata saat ini 1,5 kali.
Menurut Hendra, penurunan tenancy ratio itu disebabkan Mitratel mengakusisi tower pada Agustus dan akhir tahun lalu. Imbasnya, tenancy ratio menjadi turun di posisi 1,5 kali. Padahal, lanjut dia, tanpa akuisisi menara, tenancy ratio perseroan sebesar 1,7 kali.
Karena itu, perihal akuisisi menara, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) ini akan menerapkan prinsip pick and choose. Dengan kata lain, Mitratel akan melihat lokasi menara apakah potensial atau tidak untuk menggaet tenant. Jika bagus, Mitratel akan mempertimbangkannya. “Kami akuisisi tower-tower yang strategis yang kami harapkan operator lain juga akan partisipasi karena dari sisi lokasi sudah strategis," tutur Hendra.
Siasat lain untuk menaikkan tenancy ratio adalah dengan melakukan utilisasi lebih banyak lagi serat optik. Sebab tanpa serat optik, mobile network operator (MNO) perlu menyiapkan microwave untuk terhubung ke internet. Adapun kekurangan dari penggunaan microwave sering kali membuat koneksi menjadi lelet. Namun, dengan menggunakan serat optik akan membuat kualitas jaringan MNO menjadi lebih bagus. "Jadi, itulah salah satu strategi yang kami berikan di samping kualitas layanan dan sebagainya," jelas dia.
Lebih lanjut Hendra mengatakan, peluang bisnis serat optik ke depan sangatlah besar. Sebab instrumen tersebut menjadi keharusan bagi 5G. Tanpa serat optik, layanan 5G sulit berjalan maksimal. Dengan begitu, pendapatan perseroan ke depan bakal bersumber dari banyak lini. Mitratel juga akan memperoleh keuntungan dari lini bisnis edge computing, internet of things (IoT), dan masih banyak lini bisnis lain yang muncul seiring era 5G.
Di samping fokus meningkatkan pendapatan, Mitratel tak lupa melakukan efisiensi untuk memperbaiki posisi margin. Hal ini tampak dari upaya perseroan menekan jumlah vendor. “Sejak awal tahun ini, jumlah vendor kami kurangi dari yang dahulu ada 22 sekarang tinggal 9. Dari situ, kami juga membuat klaster-klaster tertentu. Jadi, mereka operasinya lebih enak di area tertentu dan economic of scale juga lebih baik. Hasilnya, biaya mereka lebih kecil dan biaya ke kami juga lebih rendah," paparnya.
Selanjutnya, perseroan akan melakukan digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi di proses dan lapangan, terutama dari sisi maintenance. Efisiensi-efisiensi itu hasilnya bisa dilihat, maintenance menara yang biasanya dalam sebulan menelan biaya sekitar Rp 2,7 juta per bulan, per Juni tahun ini turun menjadi Rp 1,7 juta atau setara 34%.
"Kami juga akan coba jaga untuk mendapatkan the lowest cost of fund melalui balance sheet yang kuat. Contohnya, rasio net debt to EBITDA kami paling tidak sebesar 2,2 kali sampai 2,5 kali per Juni. Kami akan maintain di bawah 5 kali,” ujarnya.(wn)