Pada semester pertama 2021 lalu lahirlah GoTo sebuah entitas yang menjadi gabungan antara Tokopedia dan Gojek.
Berdasarkan Tech mission statement yang dikeluarkan oleh manajemen GoTo pada saat merger adalah sebagai berikut “Everyday everything apps deeply integrated into consumer’s live!” artinya GoTo sebagai aplikasi akan menjadi yang attached (menyatu) dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dari sejak bangun tidur hingga menjelang tidur – bahkan GoTo health feature kelak akan digunakan oleh users pada saat tidur sekalipun!
Sementara pernyataan GoTo Business Mission, menyatakan : “As the largest digital consumers platform which capturing the majority of consumer household expenditure”. Artinya GoTo memiliki misi untuk mendominasi pengeluaran konsumsi kebutuhan rumah tangga masyarakat Indonesia melalui seluruh lini bisnis yang dimilikinya.
Secara teknis penggabungan dua supper aplikasi ini akan sangat tidak mudah dalam konteks penggabungan 2 aplikasi menjadi 1 aplikasi, namun GoTo membangun integrasi 2 super apps ini melalui Financial technology apps-nya (Gopay atau sekarang GoTo Financial) dan Logistics apps sebagai enabler dan integrator dari keduanya.
Saat ini kolaborasi bisnis dan integrasi system sudah dimulai dengan integrasi pembayaran Tokopedia menggabungkan Gopay sebagai salah satu alat pembayaran dan layanan logistik infrastruktur Gojek : Gojek Instan dan Gosend menjadi salah satu layanan pengiriman barang bagi Tokopedia.
Tercatat lebih dari 2 juta driver, 11 juta UMKM penjual (merchant), lebih dari 100 juta pengguna aktif dan 2% kontributor GDP ekonomi Indonesia diklaim sebagai fundamental bisnis yang kuat dan sehat bagi perusahaan.
IPO
Seperti diperkirakan tujuan jangka pendek dari merger kedua aplikasi itu adalah hadirnya PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
Belum lama ini GOTO telah memulai penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) sebanyak-banyaknya 52 miliar saham seri A yang merupakan saham baru dengan nilai nominal Rp 1 per saham.
Jumlah saham itu mewakili sebanyak-banyaknya 4,35% dari modal ditempatkan dan disetor GoTo setelah penawaran umum perdana saham. Adapun harga yang ditawarkan kepada masyarakat adalah Rp 316-346 setiap saham.
Dana yang ingin diraup dari bursa Indonesia hingga Rp 17,99 triliun. Perkiraan dana IPO ini memang lebih rendah dari perolehan IPO PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) pada 6 Agustus 2021 yang mencapai Rp 21,9 triliun, atau tertinggi di BEI. Namun, GOTO juga berencana melakukan IPO di bursa Amerika Serikat (dual listing), sehingga dipastikan total perolehan dananya lebih besar dari Bukalapak.
Terkait dengan nilai nominal Rp 1 per saham GoTo yang jarang terjadi, nilai nominal saham sebenarnya tidak digunakan untuk mengukur nilai riil suatu saham. Tapi, hanya untuk menentukan besarnya modal yang disetor penuh pada neraca.
Perusahaan penerbit saham biasanya berjanji untuk tidak menerbitkan saham lebih lanjut di bawah nilai nominal sehingga investor dapat yakin bahwa tidak ada orang lain yang akan menerima harga penerbitan yang lebih menguntungkan.
Harga penawaran saham IPO GoTo yang berkisar Rp 316-346 per saham, untuk para pemegang saham GoTo saat ini dengan nilai nominal Rp 1 per saham, maka saat IPO nanti nilainya akan melonjak minimal 316%.
GoTo menunjuk PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, PT Indo Premier Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek.
Saat nanti saham dengan kode GOTO itu dicatatkan di BEI, kapitalisasi pasarnya diproyeksikan di atas Rp 400 triliun, menembus Rp 413,7 triliun. Artinya, ia akan langsung menduduki market cap tertinggi keempat, setelah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp 994,64 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Rp 691,70 triliun, dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) Rp 457,67 triliun. Ini akan menjadi yang pertama kalinya emiten sektor teknologi masuk top 4.
Dari sisi gross transaction value (GTV) atau nilai transaksi bruto dan pendapatan bruto, GOTO terus tumbuh. Hingga kuartal III-2021, nilai transaksi brutonya mencapai Rp 414,2 triliun dan pendapatan bruto Rp 15,1 triliun, namun masih membukukan rugi sebelum pajak penghasilan Rp 12,3 triliun. Sedangkan hingga kuartal III-2020, kerugian sebesar Rp 11,5 triliun.
Bila ditelusuri, sebelum IPO ini, berderet panjang investor sudah lebih dulu masuk, dengan bertabur nama-nama raksasa global maupun nasional. Investor utama yang menyuntikkan modal, antara lain, Telkomsel (dari Grup Telkom), Grup Astra, Google, Tencent, KKR, Facebook, Visa, dan Warburg. Ada pula nama-nama perusahaan papan atas dunia yang lain, seperti Alibaba, Softbank, Tencent, Temasek, PayPal, hingga Sequoia Capital India.
Setelah IPO pertama kali sebesar 4,35% dari total saham pasca-IPO, emiten juga merencanakan rights issue selama 10 tahun. Aksi korporasi yang memberi hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) kepada pemegang saham eksis ini akan menawarkan 1,5% dari saham beredar, setiap tahun.
GOTO dalam rilis prospektus awal IPO juga menyertakan skema stabilisasi harga atau biasa disebut greenshoe. Agen stabilisasi pun telah ditunjuk, yakni PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, yang bertugas melakukan pembelian saham di pasar sekunder jika harga pasar berada pada atau di bawah harga IPO, berdasarkan sejumlah ketentuan.
Bila menghitung selisih antara nominal Rp 1 per unit saham dan harga IPO, ada capital gain yang sangat besar untuk para pemegang saham existing. Kalau misalnya PT Telkomsel, anak usaha Grup Telkom, sudah menyetor sekitar US$ 450 juta atau Rp 6,44 triliun ke GOTO, maka nilai sahamnya minimal menjadi 316 kali lipat pasca-IPO, menembus US$ 142,2 miliar atau Rp 2.036,4 triliun. Nilai ini melebihi pendapatan negara dalam APBN RI 2022 yang ditargetkan Rp 1.846,1 triliun.
Artinya, saham GOTO menjadi 315-bagger stock bagi pemilik saham eksis.
GoTo yang mengintegrasikan tiga platform raksasa, Gojek, Tokopedia, dan GoTo Financial akan menaikkan bobot perhitungan sektor teknologi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI. Saat ini, sektor teknologi hanya berkontribusi sektiar 4,8% terhadap IHSG. Sedangkan penyumbang terbesar perhitungan IHSG adalah sektor keuangan 33,4%, setor consumer non-cyclicals 14,2%, dan sektor material dasar 13,6%.
Setelah GoTo melantai di BEI, diperkirakan saham sektor teknologi akan berkontribusi hingga 12,6% terhadap indeks atau menempati peringkat keempat dari seluruh sektor saham di BEI.
Diuji
GOTO bisa mulus masuk ke bursa saham tak bisa dilepaskan dari dua aturan terkait pasar modal.
Aturan pertama berupa peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas berupa Saham.
Aturan ini mengatur penerapan saham dengan suara multipel (SDHM) dimana satu lembar saham dari pemegang saham tertentu punya lebih dari satu hak suara.
Dalam Prospektus awal GoTO, beberapa orang masuk kategori pemegang saham seri B alias saham Multipel. Mereka adalah Andre Soelistyo, Kevin Bryant Aluwi, Nadiem Makarim, William Tanuwijaya, dan Melissa Siska Juminto.
Aturan kedua, Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Keputusan 00101/BEI/2021 tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat.
Beleid ini adalah karpet merah bagi GoTo mendapatkan dana segar dari publik. Aturan ini memungkinkan GoTO mencatatkan saham di papan utama walau belum membukukan keuntungan.
GoTo memang memang memiliki pendapatan Rp8,4 triliun di 2020, tapi lebih separuh pendapatan berasal dari kantong investor. Pendapatan murni dari pelanggan hanya Rp3,3 triliun pada 2020.
Beban GoTo pada 2020 sebesar Rp13,4 triliun. Kerugian GoTo pada 2020 16,6 triliun. Bisa dikatakan sebenarnya kondisi fundamental GoTo tak jauh beda dengan BukaLapak.
Berdasarkan data KSEI per tanggal 30 September 2021, jumlah investor pasar modal Indonesia telah mencapai lebih dari 6.287.350 Single Identification Number (SID), termasuk di dalamnya adalah 2,9 juta SID saham. Dari keseluruhan investor pasar modal, 80 persen merupakan investor muda berusia di bawah 40 tahun.
Mampukah kekuatan fundamental GoTo yang menjual “dampak sosial” bagi masyarakat menarik para calon investor muda tersebut?
@IndoTelko