Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) baru saja mengeluarkan laporan berjudul "Indonesia 2021 Human Rights Report”.
Dalam laporan tersebut, AS menyebut ada indikasi aplikasi pelacakan Covid-19 Indonesia, PeduliLindungi, telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Dugaan dari laporan itu PeduliLindungi memiliki kemungkinan untuk melanggar privasi seseorang. Pasalnya, informasi mengenai puluhan juta masyarakat ada di dalam aplikasi itu dan pihak aplikasi juga diduga melakukan pengambilan informasi pribadi tanpa izin.
AS pun menyebut indikasi ini sempat disuarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa saja LSM tersebut.
"Pemerintah mengembangkan PeduliLindungi, sebuah smartphone aplikasi yang digunakan untuk melacak kasus Covid-19. Peraturan pemerintah berusaha menghentikan penyebaran virus dengan mengharuskan individu memasuki ruang publik seperti mal melalui check-in menggunakan aplikasi," tulis laporan itu.
"Aplikasi ini juga menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah," tambah laporan tersebut.
Sebelumnya, indikasi pelanggaran PeduliLindungi pernah diutarakan oleh sebuah riset yang dilakukan University of Toronto, Kanada, pada Desember 2020 lalu.
Riset menyebut menemukan ada beberapa penarikan data yang tidak begitu dibutuhkan untuk tracing.
Sebelumnya, pada September 2021 Forum Tata Kelola Internet Indonesia (Indonesia Internet Governance Forum/ID-IGF) menyarankan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan aplikasi PeduliLindungi (PL) untuk melakukan sejumlah perbaikan agar maksimal melayani publik di tengah pandemi.
Usulan perbaikan tersebut ditujukan kepada lima pihak yakni Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementrian Kesehatan, Kementrian Dalam Negeri, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Telkom.
Dalam pantauan organisasi ini sejak bulan Juli 2021 sampai bulan September 2021 banyak bermunculan keluhan dari pengguna aplikasi PeduliLindungi seperti, mencantumkan syarat Penggunaan yang tidak menjamin layanannya selalu bisa diakses serta tidak menjamin data yang akurat dan aman.
Reaksi Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menanggapi biasa saja tudingan Deplu AS atas adanya potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dari penggunaan aplikasi Pedulilindungi.
"Tidak apa-apa itu laporan biasa saja, ada LSM yang tidak bisa disebutkan LSMnya apa, itu tidak masalah. Itu bagian dari informasi saja," terang Mahfud MD, melalui akun Youtubenya, Sabtu (16/4).
Mahfud mengklaim, yang jelas, dalam pembuatan aplikasi Pedulilindungi bisa membantu upaya pemeirntah Indonesia dalam menangani kasus Covid-19. Justru, melalui Aplikasi itu Indonesia mendapat urutan pertama terbaik di ASEAN dalam menangani kasus Covid-19.
"Mungkin dianggap melanggar HAM karena orang yang terpantau Covid-19 melalui Pedulilindungi diketahui kena lalu dilarang menuju satu tempat, dan dilarang berdekatan dengan orang lain. Itu mungkin yang dianggap pelanggaran HAM," ungkap Mahfud.
Menurutnya, yang terpenting, kenyataannya melalui Pedulilindungi Indonesia berhasil mengatasi mengatasi Covid-19 lebih baik dari Amerika Serikat. Negara Paman Sam melalui hasil laporan Autralia berada di garis bawah penanganan Covid-19 bersama dengan Columbia dan Iran.
Sementara Juru Bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia menyatakan bahwa tuduhan aplikasi PeduliLindungi telah melanggar HAM tidak memiliki dasar.
Ia meminta agar laporan asli tentang PeduliLindungi itu dilihat lebih seksama. Nadia pun meminta agar para pihak terkait berhenti memperkeruh laporan tersebut dengan seolah-olah menyimpulkan PeduliLindungi telah melakukan pelanggaran HAM.
Nadia menerangkan, penggunaan PeduliLindungi secara masif sudah memberikan dampak positif untuk melakukan kebijakan surveilans, selain fitur pencarian lokasi vaksin terdekat, fitur telemedisin dan pengiriman obat;
Fitur penerbitan dan dompet digital sertifikat Indonesia berstandar WHO untuk kemudahan perjalanan warga negara Indonesia lintas negara, fitur kartu kewaspadaan kesehatan untuk perjalanan domestik, dan data statistik untuk pengambilan keputusan strategis pemerintah.
Menurutnya, PeduliLindungi telah bertransformasi menjadi layanan terintegrasi sehingga memudahkan penelusuran, pelacakan, pemberian peringatan, dan dalam rangka memfasilitasi tatanan kehidupan yang baru alias new normal.
"PeduliLindungi telah memuat prinsip-prinsip tata kelola aplikasi yang jelas, termasuk kewajiban untuk tunduk dengan ketentuan perlindungan data pribadi. Pengembangan PeduliLindungi juga mengacu pada kesepakatan global dalam Joint Statement WHO on Data Protection and Privacy in the Covid-19 Response tahun 2020, yang menjadi referensi berbagai negara atas praktik pemanfaatan data dan teknologi protokol kesehatan Covid-19," katanya.
Ditambahkannya, aspek keamanan sistem dan perlindungan data pribadi pada PeduliLindungi menjadi prioritas Kemenkes. Menurut Nadia, seluruh fitur PeduliLindungi beroperasi dalam suatu kerangka kerja perlindungan dan keamanan data yang disebut data ownership and stewardship.
"Persetujuan dari pengguna telah menjadi layer dalam setiap transaksi pertukaran data, selain metadata dan data itu sendiri, misalnya pada fitur check in di area publik, akses pada perangkat, perekaman geolokasi, dan penghapusan history penggunaan," ujar Nadia.
Nadia menambahkan, Kemenkes telah melakukan kerja sama strategis dengan berbagai pihak untuk memastikan sistem elektronik pada PeduliLindungi telah aman dan laik digunakan.
Dilanjutkannya, bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kemenkes telah menerapkan sistem pengamanan berlapis yaitu pengamanan pada aplikasi, pengamanan pada infrastruktur dan pengamanan data terenkripsi.
Hingga saat ini, aplikasi tersebut diunduh lebih dari 90 juta orang. PeduliLindungi yang diunduh pasien Covid-19 akan berwarna hitam ketika dipindai di pintu masuk fasilitas publik, sehingga tidak menulari warga lain.
Sepanjang 2021 - 2022, aplikasi itu mencegah 538.659 upaya pasien Covid-19 melakukan perjalanan domestik dan mengakses ruang publik tertutup. Selain itu, PeduliLindungi menahan 3.733.067 orang dengan status merah atau vaksinasi belum lengkap memasuki ruang publik.
Jika melihat keberhasilan aplikasi PeduliLindungi secara teknis tentu menggembirakan. Tetapi, beberapa hal teknis dari aplikasi itu harus menjadi catatan, terlepas dalam membaca secara keseluruhan dari laporan AS ada muatan geopolitik.
Semua debat akan berakhir jika kepastian hukum perlindungan data pribadi yang diatur dalam Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi disahkan.
@IndoTelko