JAKARTA (IndoTelko) – PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) hingga sembilan bulan terakhir 2014 membukukan kerugian Rp 2,29 triliun atau membengkak 50,66% dibandingkan periode sama 2013 sebesar Rp1,52 triliun.
Berdasarkan laporan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada medio Desember 2014, penyebab meningkatnya kerugian pemegang merek dagang esia ini karena adanya penurunan nilai aset sebesar Rp457,03 miliar, sedangkan pada sembilan bulan pertama 2013 tidak ada penurunan nilai aset.
Melonjaknya beban lain-lain neto sebesar 1.076,42% serta naiknya beban keuangan sebesar 7,01% juga menekan bottom line.
Secara operasional, emiten dengan kode saham BTEL ini juga tak menunjukkan pertumbuhan hingga kuartal ketiga 2014.
Pendapatan usaha yang diraih hingga kuartal III 2014 sekitar Rp 1,079 triliun atau turun 37,5% dibandingkan periode sama 2013 sekitar Rp 1,69 triliun.
Pasokan pendapatan berasal dari jasa telekomunikasi sebesar Rp1,08 triliun dan interkoneksi Rp138,78 miliar. Perseroan mengalami rugi usaha dalam sembilan bulan terakhir 2014 sebesar Rp 391,36 miliar berbanding terbalik dengan periode sama 2013 dimana menikmati laba usaha sebesar Rp 100,7 miliar.
Harapan
Sebelumnya, Presiden Direktur Bakrie Telecom Jastiro Abi mengungkapkan, perseroan memiliki harapan besar dengan layanan data yang akan menjadi pertumbuhan utama setelah bersinergi dengan Smartfren.
“Layanan data akan menjadi kunci pertumbuhan nantinya. Migrasi menuju Long Term Evolution (LTE) adalah satu-satunya solusi potensial bagi operator seperti BTEL bertahan di pasar,” katanya kala paparan publik beberapawaktu lalu.
Dikatakannya, hasil sinergi Bakrie Telecom dan Smartfren akan bisa menghadirkan FDD LTE dengan alokasi 10 MHz di frekuensi 800 MHz. Spektrum ini menawarkan keunggulan coverage yang lebih luas sehingga alokasi BTS eNodeB (BTS 4G) lebih efisien.
Mengutip data berbagai pihak, Abi memperkirakan LTE akan lebih cepat mendapatkan porsi pangsa pasar sebagai pengganti 2G sejak 2016. Diperkirakan ada sekitar 12% atau 50 juta pelanggan dari total 250 juta pelanggan di 2018 akan berbasis 4G.
“Peluang masih tinggi di layanan data karena penetrasi smartphone baru mencapai 30%. Ke depan pertumbuhan kelas ekonomi menengah dan semakin murahnya harga smartphone mendukung pertumbuhan kebutuhan akan layanan data. Pertumbuhan tahunan layanan data ke pendapatan operator sekitar 24% di tengah turunnya jasa SMS dan suara,” prediksinya.(id)