JAKARTA (IndoTelko) – Isu kepemilikan frekuensi masih menjadi kendala bagi operator yang ingin melakukan aksi merger dan akuisisi di Indonesia.
“Bicara merger dan akuisisi itu harus jelas regulasinya. Salah satunya soal kepemilikan frekuensi setelah aksi korporasi dijalankan. Kami sudah mengalaminya kala akuisisi Axis. Kalau jelas soal kepemilikan frekuensi, bisa hal menarik bahas merger dan akuisisi,” ungkap Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini usai memaparkan kinerja perusahaan untuk 2017, pekan lalu.
Dijelaskannya, bagi operator seluler, frekuensi masih menjadi aset yang dianggap strategis dalam mengembangkan perusahaan. “Kalau ada merger yang terjadi frekuensi malah dikurangi, itu kan jadi pada mikir. Makanya ada dulu regulasi yang jelas soal merger dan akuisisi,” katanya.
Diakuinya, merger dan akuisisi tetap menjadi diskusi di kalangan operator karena kondisi pasar sekarang pemain incumbent terlalu dominan. “Konsolidasi memang harus terjadi, para pemain terus saling komunikasi. Sekarang tinggal regulasi saja,” pungkasnya.(
Baca:
Konsolidasi operator)
Dalam catatan, pada 2015 Menkominfo Rudiantara pernah menjanjikan akan mengeluarkan Peraturan Menteri terkait merger dan akuisisi. (
Baca: Aturan Merger dan Akuisisi)
Jauh sebelum Rudiantara, kala Menkominfo dijabat Muhammad Nuh dan Tifatul Sembiring hal yang sama juga dijanjikan ke operator, namun kenyataan kala XL melakukan merger dengan Axis frekuensi dari keduanya mengalami pengurangan oleh pemerintah.(id)