JAKARTA (IndoTelko) – Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2019.
“Akhirnya kita dapat kepastian RUU Perlindungan Data Pribadi masuk prolegnas pada tahun ini. Tahun depan kita akan marathon bahas dengan Komisi I DPR. Harapannya sebelum akhir tahun 2019 selesai,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan, kemarin.
Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna DPR ditetapkan hasil penyusunan Prolegnas RUU Prioritas tahun 2019 menjadi Prolegnas RUU Prioritas tahun 2019.
Koalisi Perlindungan Data Pribadi meminta DPR dan Pemerintah memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Seiring dengan akselerasi proses transformasi digital yang berlangsung hari ini, penyalahgunaan data pribadi telah menjadi permasalahan besar yang serius, “kata Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Data Pribadi Wahyudi Djafar.
Wahyudi mencontohkan, penyalahgunaan data pribadi yang marak dalam bisnis teknologi keuangan (financial technology) melalui pemberian kredit tanpa agunan (KTA). Modus penyalahgunaan dilakukan melalui pengaksesan data-data pribadi misalnya nomor telepon, gambar dan lain-lain yang terdapat di telepon genggam debitur atau pengguna layanan.
Jika terjadi telat atau gagal bayar, beberapa perusahaan penyedia layanan akan menggunakan data pribadi tersebut untuk mengintimidasi debitur agar segera melakukan pembayaran.
“Belum lagi ancaman eksploitasi data pribadi atau data exploitation menjelang pelaksanaan Pemilu 2019,” katanya.
Eksploitasi data pribadi untuk kepentingan pemilu, mulai mengandalkan strategy data analytic yang berpangkal pada penggunaan big data.
Minimnya kejelasan aturan perlindungan data pribadi pada data-data pemilu juga penggunaan data-data pengguna media sosial untuk keperluan analitik data, kian menambah kerentanan atas perlindungan data pribadi warga negara. Kondisi serupa juga terjadi pada hampir semua model bisnis yang menggunakan platform teknologi internet, seperti ecommerce, layanan, transportasi online, IoT atau Internet of Things, dan lain sebagainya.
“Kasus-kasus penyalahgunaan data pribadi ini terjadi setidaknya dikarenakan dua hal, pertama, masih rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menjaga atau melindungi data pribadinya,” katanya.
Akibatnya, kata Wahyudi, mereka dengan mudah menyebarkan atau memindahtangankan data pribadinya ke pihak lain. kedua, belum adanya perangkat undang-undang yang komprehensif dan memadai untuk melindungi data pribadi.
Khususnya terkait dengan hak dari subjek data, dan kewajiban data controller serta data processor di Indonesia. Termasuk belum adanya kejelasan kewajiban dan tanggung-jawab dari perusahaan penyedia layanan yang mengumpulkan data pribadi konsumennya.
“Saat ini, lebih dari 101 negara di dunia telah memiliki instrumen hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi warga negaranya,” ujarnya.
Sementara Direktur Eksekutif Indonesian Parliamentary Center (IPC), Ahmad Hanafi, yang juga tergabung dalam koalisi menambahkan perlindungan data pribadi merupakan bagian dari hak konstitusional warga negara.
Hal ini seperti ditegaskan oleh ketentuan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya.
Penegasan ini juga mengemuka pada sejumlah undangundang lain, termasuk UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.(ak)