Tanggal 2 November 2022 lalu akan tercatat dalam sejarah penyiaran sebagai tonggak baru siaran digital.
Pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) sebagai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akhirnya terlaksana di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Payung hukum pelaksanaan ASO termaktub dalam UU Cipta Kerja tahun 2020 adalah Pasal 60A ayat (1) mengungkapkan "Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital."
Pasal (2) menyatakan "Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini.
Digitalisasi siaran televisi menjadi era baru dan keniscayaan dalam menyajikan variasi konten dengan kualitas yang lebih meningkat.
Pemerintah sudah all out agar ASO tergelar. Mulai dengan sosialisasi, memberikan bantuan Set Top Box (STB) untuk Rumah Tangga Miskin Ekstrem (RTM) yang nama dan alamatnya tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, serta sudah diverifikasi dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Bantuan Set Top Box (STB) sebanyak 4,3 juta STB berasal dari komitmen Lembaga Penyiaran Swasta (Stasiun Televisi) penyelenggara Multipleksing (MUX). Sampai dengan 3 November 2022, sebanyak 476.088 unit Set Top Box (99,3%) dari target 479.307 unit STB telah terdistribusikan kepada penerima bantuan di wilayah Jabodetabek.
Migrasi sistem penyiaran televisi dari analog ke digital memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, lembaga penyiaran, maupun negara. Pertama, masyarakat akan menikmati kualitas siaran TV yang lebih baik karena gambarnya lebih bersih, suaranya lebih jernih dan teknologi yang lebih canggih.
Kedua, pilihan konten siaran bagi masyarakat juga akan menjadi semakin banyak dan beragam jenisnya, dan dapat dinikmati secara gratis.
Sementara itu bagi lembaga penyiaran, migrasi sistem analog ke digital akan membuat industri penyiaran menjadi lebih siap untuk bersaing di era konvergensi melalui adopsi teknologi baru dan pemanfaatan multi kanal siaran.
Investasi juga akan lebih efisien dalam jangka panjang, sejalan dengan potensi pemanfaatan infrastruktur bersama di era TV digital.
Peralihan siaran tv analog ke digital juga memberikan manfaat besar bagi negara. Dampak dari beralihnya sistem analog ke digital akan menghasilkan penggunaan spektrum frekuensi 700 MHz yang lebih efisien.
Peralihan itu menghasilkan digital dividen pemanfaatan spektrum frekuensi radio yang dapat digunakan untuk mewujudkan internet cepat yang lebih merata, efek berganda di sektor ekonomi digital, dan memberikan tambahan pemasukan APBN dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu juga akan terjadi potensi peningkatan PDB yang signifikan.
Perlawanan
Seperti diprediksi, kebijakan ASO hingga injury time masih mendapat perlawanan.
Dua grup besar, MNC Grup (RCTI, Global TV, MNC TV, dan Inews TV) dan Viva Group (TV One dan ANTV) sempat tetap mengudara via analog.
Pemerintah pun bersikap tegas dengan menyatakan sudah membuat surat pencabutan izin stasiun radio atau ISR bertanggal 2 November, kemarin terhadap yang membandel.
Sementara Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo merasa heran dengan kebijakan migrasi TV analog ke TV digital dimana pelaksanaannya masih belum siap.
Pria yang akrab disapa HT itu merasa heran dengan ASO hanya wilayah Jabodetabek dengan alasan perintah UU. Padahal menurutnya, perintah UU Cipta Kerja adalah ASO nasional, bukan hanya ASO Jabodetabek pada tanggal 2 November 2022.
Di samping itu, HT mengatakan, MK telah membatalkan UU Cipta Kerja dengan putusannya No.91/PUU-XVIII/2020 (Butir 7) yang berbunyi Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baginya, arti dari Keputusan MK adalah segala sesuatu yang memiliki dampak luas (terhadap masyarakat) agar ditangguhkan. Sebagaimana diketahui 60% penduduk Jabodetabek masih menggunakan TV analog.
Hary Tanoe juga menilai ada yang janggal dari sisi hukum. Di mana, Kominfo menggunakan standar ganda. Satu, untuk wilayah Jabodetabek mengikuti perintah UU (ASO) dan dua, untuk wilayah diluar Jabodetabek mengikuti Keputusan MK yang membatalkan ASO.
Menurutnya jika ingin kebijakan ASO diterapkan, maka penjualan TV analog di pasaran harus disetop. Hal ini agar pada saat masyarakat membeli TV baru, maka yang dibeli otomatis adalah TV digital.
Fakta-fakta yang diungkap HT memang menarik untuk dibahas. Sejatinya, kesiapan ASO memperhatikan kondisi masyarakat.
Jika meniliki hasil survei Nielsen di 11 kota per 27 September 2022, hanya 39% warga siap ASO. Angka ini mengkhawatirkan karena banyak warga akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan informasi menjelang tahun politik.
Sehingga tidak pada tempatnya melihat kesiapan ASO pada sikap atau pernyataan siap yang masih bersifat ‘akan’, dimana ujungnya yang dikorbankan masyarakat.
@IndoTelko