Satuan Tugas (Satgas) untuk percepatan penyelesaian dan optimalisasi program penyediaan infrastruktur telekomunikasi dan informasi pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo yang dibentuk Menkominfo langsung bekerja nyata.
Satgas yang dipimpin Staf Khusus Menkominfo Sarwoto Atmosutarno, meminta BAKTI melakukan pengakhiran kontrak Proyek Hot Backup Satellite (HBS) lebih awal.
Anggaran untuk HBS akan direalokasikan untuk perluasan dan peningkatan akses dan konektivitas digital nasional.
Langkah ini diambil Sarwoto setelah mempertimbangkan aspek urgensi, anggaran, kemajuan kontrak, dan risiko operasional SATRIA 1 yang telah meluncur dengan sukses.
Usulan penyetopan proyek itu merupakan bagian dari pemanfaatan keterbatasan sumberdaya finansial dalam menuntaskan target inklusi digital nasional. Pertimbangan pengakhiran juga dilandasi adanya upaya Manajemen BAKTI dalam melakukan mitigasi risiko atas kebutuhan layanan internet di lokasi layanan publik serta mengkordinasikan pengakhiran ini dengan Konsorsium Nunsantara Jaya (KNJ).
Dalam usulan terhadap BAKTI, Satgas juga mempedomani aspek tidak adanya kerugian negara yang timbul akibat pengakhiran kontrak HBS tersebut.
Rinciannya, total nilai proyek HBS adalah Rp5,2 triliun. Pembayaran yang telah dilakukan oleh Pemerintah adalah senilai Rp3,5 triliun ditambah cost of money dan akan dikembalikan oleh KNJ.
Proyek HBS merupakan proyek yang dirancang untuk dapat beroperasi sebelum atau paling lambat bersamaan dengan Proyek Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) Satelit Multifungsi Pemerintah Satelit Republik Indonesia (SATRIA)-1.
Sebagaimana nama HBS, satelit itu akan berfungsi sebagai satelit cadangan jika SATRIA-1 mengalami anomali ketika meluncur. Hal ini ditujukan sebagai mitigasi atas risiko apabila terjadi gagal luncur dan sekaligus menyediakan kapasitas cadangan sebelum Proyek SATRIA 1 beroperasi secara optimal.
Faktanya, pada tanggal 18 Juni 2023 dari Florida, SATRIA-1 berhasil meluncur dan saat ini tengah dalam perjalanan menuju orbit di 146 Bujur Timur. SATRIA-1 akan segera beroperasi awal 2024, oleh karena itu, BAKTI Kementerian Kominfo perlu fokus untuk pemanfaatan SATRIA-1 secara optimal.
Proyek
Dalam catatan, proyek pembuatan HBS terjadi di era Menkominfo Johnny G Plate sejak 19 Oktober 2021. Pada Maret 2022, Kominfo telah menandatangani kontrak proyek HBS dengan pemenang lelang Konsorsium Nusantara Jaya.
Konsorsium Nusantara Jaya merupakan gabungan dari beberapa perusahaan, yaitu PT Satelit Nusantara Lima, PT DSST Mas Gemilang, PT Pasifik Satelit Nusantara, dan PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera.
Pengadaan Infrastruktur (Capital Expenditure/capex) untuk penyediaan HBS disebut membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 5.208.984.690.000 (Rp5,2 triliun), termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sedangkan biaya pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur HBS mencapai Rp 475,2 miliar. Pembiayaan satelit HBS langsung dari BAKTI, berbeda dengan satelit SATRIA-1 yang berasal dari konsorsium atau investor.
Proyek ini melibatkan sejumlah perusahaan besar, yakni Boeing, SpaceX, dan Hughes Network System.
Boeing merupakan perusahaan manufaktur satelit untuk proyek Hot Backup Satellite (HBS), SpaceX perusahaan penyedia roket peluncur untuk satelit tersebut, sedangkan Hughes Network System perusahaan yang menyediakan solusi broadband bagi satelit HBS.
Satelit HBS ini memiliki kapasitas 150 Gbps.Namun, tak semuanya dipakai Indonesia karena sifatnya komersial. Rinciannya, 80 Gbps dipakai untuk Indonesia memanfaatkan frekuensi Ka-Band, 70 Gbps sisanya akan digunakan oleh Filipina dan Malaysia. Tadinya, diharapkan satelit HBS bisa mengorbit sesuai jadwal pada Maret tahun 2023. Sedangkan untuk slot orbit menggunakan administrator Indonesia pada slot 113 E.
Harapannya, jika Satria-1 dan HBS beroperasi maka harga sewa akses internet dengan satelit sekitar US$45 per Mbps per bulan turun dari US$150 per Mbps per bulan.
Tak hanya itu, satelit HBS proyek HBS dalam rencana akan memberikan manfaat untuk peningkatan kualitas lima layanan publik. Pertama, pemerintah akan menggunakan bandwith HBS di lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T).
Kedua, proyek HBS juga akan memberikan manfaat dengan mendukung layanan 3.700 titik Puskesmas, Rumah Sakit, dan layanan kesehatan lain. Tujuannya, agar semakin banyak fasilitas kesehatan di Indonesia memiliki layanan internet cepat sehingga database kesehatan masyarakat akan semakin lengkap, serta terintegrasi dengan pusat.
Ketiga, proyek HBS juga akan menyediakan layanan internet cepat di 3.900 titik sektor pertahanan negara milik TNI dan Polri.
Keempat, sebanyak 47.900 titik kantor desa dan kelurahan serta kecamatan di Indonesia akan terhubung secara online berkat layanan internet dari proyek HBS.
Kelima, BAKTI juga akan mengalokasikan bandwith HBS untuk membantu Kementerian Keuangan mempercepat digitalisasi penyaluran pembiayaan ultra mikro (UMi), guna mendorong percepatan realisasi keuangan inklusif di seluruh Indonesia.
Tepat
Usulan dari Satgas BAKTI bisa dikatakan adalah langkah yang tepat dan realistis. Kehadiran satelit Satria-1 di angkasa dan belum dioptimalkan secara penuh tentu bisa menjadi faktor yang layak dipertimbangkan. Selain itu rencana akan adanya Proyek Palapa Ring Integrasi guna mengoptimalkan Palapa Ring Barat dan Timur juga menjadi faktor yang layak dihitung. Belum lagi, BAKTI harus kerja keras menuntaskan Proyek BTS 4G yang sekarang menjadi terlantar karena adanya kasus dugaan korupsi.
Namun, kita berharap usulan dari satgas BAKTI ini juga sudah memikirkan jalan keluar terhadap pengadaan atau proses kontrak yang terlanjur dilakukan. Terutama dengan perusahaan-perusahaan asing, mengingat ada reputasi negara yang harus dijaga.
Terakhir, kita juga menunggu keberanian adanya audit total terhadap proyek HBS ini mulai dari perencanaan sehingga kepercayaan publik benar-benar pulih kepada BAKTI.
@IndoTelko