Roket Falcon 9 Block 5 berhasil menjalankan misi ke-301 pada Selasa (20/2) pukul 15.11 waktu Florida atau Rabu (21/2) pukul 03.11 Waktu Indonesia Barat.
Dari launch pad Cape Canaveral, Florida, roket tersebut sukses menunaikan tugasnya membawa satelit Merah Putih 2 milik anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom), Telkomsat, menuju slot orbit 113 derajat Bujur Timur (BT) atau berada tepat di atas Pulau Kalimantan.
Kini, satelit tengah meluncur menuju orbitnya hingga 3 Maret 2024. Satelit Merah Putih 2 direncanakan akan siap beroperasi (ready for service) pada bulan April 2024.
Bermakna
Berbeda dengan dua satelit Telkom yang tengah aktif (3S dan Merah Putih), peluncuran Merah Putih 2 memiliki makna lebih strategis, terutama bagi kedaulatan Negara Kepulauan Republik Indonesia (NKRI) di angkasa.
Untuk diketahui, Telkomsat terpilih mengamankan slot orbit 113 derajat BT, usai Indosat Ooredoo memilih untuk tidak melanjutkan bisnis satelit pasca kegagalan peluncuran satelit Nusantara Dua pada April 2020 lalu.
Salah satu dampak kegagalan peluncuran satelit Nusantara Dua adalah potensi penghapusan filing satelit Indonesia di slot orbit 113 BT oleh International Telecommunication Union (ITU), karena Indonesia tidak dapat menempatkan satelit di slot orbit 113 BT dalam batas waktu yang ditetapkan.
Permohonan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperpanjang masa berlaku filing satelit Indonesia di slot orbit 113 BT ke Radio Regulations Board ITU diloloskan dengan syarat Indonesia diberikan waktu hingga 31 Desember 2024 untuk menempatkan satelit di slot orbit 113 BT.
Rencananya, slot orbit 113 BT untuk frekuensi KA-Band juga akan ditempati Hot Backup Satellite (HBS) milik Badan Akses Telekomunikasi Indonesia (BAKTI).
Sayangnya, proyek yang harusnya menempatkan satelit pada 2023 di slot orbit itu dibatalkan oleh BAKTI, sehingga tumpuan untuk menjaga sumber daya alam terbatas itu tidak lepas dari Indonesia adalah tepat waktunya Telkom meluncurkan Merah Putih 2.
Profil
Telkom berivestasi sebesar Rp3,5 triliun Merah Putih-2 meliputi pembiayaan mulai dari pembuatan satelit hingga ground segment atau stasiun bumi sebagai penangkap sinyal, yang berlokasi di Cibinong, Jawa Barat.
Satelit Merah Putih 2 mengandalkan platform Spacebus 4000B2 dengan usia desain 15 tahun. Pembangunannya sendiri melibatkan Thales Alenia Space. Perusahaan ini juga yang membangun satelit Telkom3S dan Merah Putih.
Nantinya, Thales Alenia Space juga bertanggung jawab terhadap fase early orbital positioning phase (LEOP) dan in-orbit tests (IOT).
Thales Alenia Space akan mendukung penuh pengendalian ground control dan akan melatih tim engineer Telkomsat selama berjalannya perjanjian kerja sama ini. Dukungan lainnya juga akan diberikan oleh Thales Alenia Space sepanjang masa pakai satelit.
Perusahaan asal Perancis ini menyisihkan kompetitor seperti CGWIC, Maxar, MELCO, NGIS, Boeing, Airbus, dan Lockheed Martin karena berhasil menawarkan investasi yang lebih menarik per Gbps dalam produksi satelitnya.
Sementara untuk wahana peluncur, SpaceX dipercaya karena memiliki rating sukses yang tinggi dan biaya lebih kompetitif. Rating sukses peluncuran ini memberikan dampak nantinya ke pembayaran premi asuransi, semakin tinggi rating, maka biaya premi lebih rendah.
Dengan kapasitas hingga 32Gbps, Satelit Merah Putih 2 membawa transponder aktif yang terdiri dari frekuensi C-band dan Ku-band, yang akan menjangkau seluruh area Indonesia. Satelit High Throughput Satellite (HTS) Telkom memiliki berat dry mass atau massa kering seberat 1.707 kilogram.
Berbeda dengan satelit Telkom sebelumnya yang memiliki satu cakupan area di bumi (beam coverage) yang berukuran besar (single wide beam), satelit Merah Putih memiliki desain cakupan area di bumi yang berukuran kecil namun banyak (multi-spots beam).
Sehingga menghasilkan kekuatan pancar satelit yang besar di suatu area yang dilingkupi beam tersebut. Kekuatan pancar satelit ini identik dengan besaran data yang mampu dikirim satelit ke lokasi tersebut.
Sebagai satelit Geostasionary Earth Orbit (GEO) nantinya Merah Putih 2 akan berada di ketinggian mencapai 36.000 km dari bumi.
Salah satu kelebihan satelit di orbit GEO adalah memiliki periode waktu mengitari bumi yang sama dengan waktu rotasi bumi, sehingga cukup 1 satelit untuk melayani 1 lokasi di bumi secara kontinu, bahkan cukup hanya 3 satelit dengan cakupan global untuk dapat melayani seluruh lokasi di Bumi.
Satelit HTS ini akan menyasar penyediaan pasar kapasitas backhaul untuk operator broadband yang akan ekspansi jaringan. Backhaul adalah jaringan yang menghubungkan base transceiver station dengan Base station controller (BSC).
Kombinasi frekuensi KU-Band dan C-Band akan menyediakan tingkat daya tahan dalam mengimbangi keadaan cuaca di negara tropis.
Secara bisnis, konsolidasi layanan satelit bagi Telkom hanya 5% untuk total pendapatan perusahaan.
Tetapi melihat kondisi geografis Indonesia dalam penyediaan konektifitas, peran satelit tak bisa dilupakan. Kabel optik ataupun fixed wireless access (FWA) tak akan mampu menjangkau area Terluar, Terdepan, dan Terpencil (3T).
Memiliki satelit yang dioperasikan dan menempati slot orbit milik Indonesia tentu bermakna tinggi sebagai negara maju yang mandiri dalam mengelola komunikasi warganya.
@IndoTelko