Presiden Joko Widodo secara resmi telah menandatangani Peraturan Presiden yang mengatur tanggung jawab platform digital (Perpres Publisher Rights) pada Senin (19/2) kemarin.
Perpres tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan jurnalisme yang berkualitas serta keberlanjutan industri media konvensional di Tanah Air.
Melalui Perpres tersebut pemerintah ingin memastikan jurnalisme di Tanah Air tumbuh berkualitas dan jauh dari konten negatif. Selain itu, pemerintah juga ingin memastikan keberlanjutan industri media nasional dengan adanya kerja sama yang lebih adil antara perusahaan pers dan platform digital.
Presiden menegaskan bahwa Perpres tersebut tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan pers dan mengatur konten pers. Dalam Perpres tersebut, pemerintah mengatur hubungan bisnis antara perusahaan pers dan platform digital untuk meningkatkan jurnalisme yang berkualitas. Perpres tersebut tidak berlaku untuk para pembuat konten.
Perpres 23/2024 memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan regulasi serupa di negara lain. Fokus utama pengaturan Publisher Rights di Indonesia berkaitan dengan upaya mewujudkan jurnalisme berkualitas, berbeda dengan Australia dan Kanada yang lebih menitikberatkan pada aspek bisnis.
Tujuan utama Perpres ini adalah untuk meminta platform digital memprioritaskan jurnalisme berkualitas yang sesuai dengan Undang-Undang Pers. Hal ini merupakan respons terhadap keresahan yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun, di mana media mainstream mengalami ketimpangan signifikan akibat transformasi digital dan perubahan model bisnis.
Keberadaan Perpres ini akan menjadikan proses jurnalisme yang meliputi pengumpulan informasi, produksi, dan penerbitan konten dapat diimbangi dengan proses distribusi yang etis dan bertanggung jawab.
Perpres “Publisher Rights” juga menetapkan pembentukan komite yang akan bertugas untuk mengawasi platform digital. Tujuannya untuk memastikan platform digital memfasilitasi jurnalisme berkualitas dan mengutamakan konten yang sesuai dengan UU Pers. Komite ini nantinya juga dapat bertindak sebagai mediator dalam sengketa antara penerbit dan platform digital, serta memastikan independensi dan objektivitas dalam prosesnya.
Komite yang dibentuk juga akan mengawasi kompensasi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perpres 23/2024. Kompensasi yang meliputi lisensi berbayar dan bagi hasil sesuai negosiasi antara pihak-pihak terkait. Selain itu, UU Perlindungan Data Pribadi juga akan menjadi payung hukum yang menjamin keamanan data pengguna.
Melawan Teknologi
Adanya Perpres ini sebenarnya seperti ingin melawan perkembangan teknologi dan dominasi platform digital seperti Google, Twitter, atau Meta dalam menjadi wadah distribusi konten.
Filter bubble yang diciptakan oleh algoritma platform digital dengan melakukan personalisasi konten berdasarkan profil data pengguna dianggap menjadi pedang bermata dua, yakni memudahkan distribusi iklan namun juga berpotensi menggeser kekuatan informasi ke arah yang tak terduga.
Jika pemerintah memang ingin mendukung perusahaan media untuk bisa mendapatkan haknya berupa profit dari "kejelian" platform digital memanfaatkan big data pengguna, ini menjadi hal yang aneh karena proses bisnis dintervensi negara.
Apalagi, Perpres masuk sampai ke hal teknis dimana ditawarkan empat cara bagi platform digital dalam bekerjasama dengan media yakni dalam bentuk lisensi berbayar, bagi hasil, berbagi data agregat pengguna berita atau bentuk lain yang disepakati.
Padahal, dalam banyak kasus, media-media nasional yang terverifikasi pun memanfaatkan platform digital dengan kesadaran penuh dalam mendistribusikan kontennya. Hal itu bisa dilihat dengan bertebarannya akun-akun milik media nasional di platform user generated content seperti Twitter, TikTok, atau Instagram.
Sudah bisa diprediksi, realisasi dari Perpres ini di lapangan tak akan mudah.
Pemain seperti Google, Meta, atau Twitter sudah terlambat diatur untuk hal yang teknis dalam bentuk regulasi karena pemerintah sendiri terlalu lama membiarkan pemain asing ini menggurita dan berubah menjadi penguasa di dunia digital tanah air.
Baiknya pemerintah fokus mengejar kewajiban pemain-pemain digital asing ini untuk hal-hal dasar dalam membangun kedaulatan digital seperti urusan pajak yang sampai sekarang tak tuntas.
@IndoTelko