Persaingan operator seluler di Indonesia tampaknya akan kembali memanas seiring adanya mainan baru yakni Fixed Mobile Convergence (FMC).
FMC adalah integrasi layanan seluler dan fixed broadband dengan mengonsolidasikan entitas bisnis dan jaringan dalam satu unit usaha sehingga konektivitas dapat dengan mudah dinikmati oleh pelanggan.
Isyarat sektor telekomunikasi masuk ke era FMC dimulai sejak XL Axiata mengakuisisi LinkNet atau MyRepublic, Smartfren, dan Moratelindo yang sahamnya dikuasai Grup Sinar Mas. Terbaru, Telkom (IndiHome) dan Telkomsel yang resmi mengumumkan bergerak ke arah FMC.
XL menjadi pemain pertama yang menjalankan FMC dengan mengakuisisi Link Net, perusahaan yang mengoperasikan First Media, layanan internet kabel yang sebelumnya dimiliki grup Lippo. Layanan FMC dari XL Axiata selanjutnya juga hadir dengan nama XL Satu yang menyediakan layanan internet di rumah dan internet mobile dalam satu paket.
Sejauh ini, XL Axiata telah melakukan dua metode untuk menjalankan layanan FMC. Pertama, metode inorganik dengan mengakuisisi Link Net bersama dengan induk perusahaan Axiata Group Berhad.
Kedua, metode organik dengan pembangunan jaringan homepass yang sudah mencapai angka satu juta homepass. Selain homepass, Dian mengatakan secara organisasi dan tools, XL Axiata sudah mempersiapkan pengoperasian FMC yang tak cuma persoalan bundling atau one bill saja, namun juga operasi serta network design dan planning yang dibuat untuk bisnis FMC.
Telkom
Sementara Telkom dan Telkomsel telah menandatangani Perjanjian Pemisahan Bersyarat (Conditional Spin-off Agreement/CSA) untuk mengintegrasikan IndiHome ke Telkomsel.
Terkait pemisahan usaha (spin off) IndiHome, Telkomsel akan mengeluarkan sejumlah saham baru bagi Telkom. Nilai IndiHome mencapai Rp58,3 triliun (setara dengan S$5,1 miliar) (yang mana akan 50% lebih tinggi dari ekuitas Telkom jika digabungkan dengan perjanjian komersial lainnya antara Telkom dan Telkomsel), sehingga mengakibatkan transaksi ini dikategorikan sebagai transaksi material yang memerlukan persetujuan dari pemegang saham independen Telkom.
Bersamaan dengan integrasi ini, Singtel sepakat untuk menggunakan haknya untuk mengambil sebesar 0,5% saham baru di Telkomsel senilai Rp 2,7 triliun (setara dengan hingga S$236 juta) dalam bentuk tunai. Hal ini menjadikan kepemilikan efektif Singtel di Telkomsel menjadi 30,1%, sementara kepemilikan Telkom di Telkomsel naik menjadi 69,9%.
Dengan strategi yang melibatkan IndiHome dan Telkomsel ini, maka Business to Consumers (B2C) di TelkomGroup akan sepenuhnya dikelola oleh Telkomsel, sementara fokus operasional Telkom adalah Business to Business (B2B). CSA Signing diharapkan akan selesai pada awal kuartal ketiga tahun 2023, tergantung dari persetujuan regulator dan pemegang saham.
Telkom menjelaskan beberapa hal yang akan berdampak langsung ke konsumen dari aksi pengalihan bisnis IndiHome ke Telkomsel ini:
1. FMC membuat pelanggan terus terkoneksi dengan internet
2. Tidak ada biaya tambahan bagi pelanggan atas pemindahan layanan ini.
3. Akan ada beragam pilihan paket internet baru IndiHome - Telkomsel, dan juga paket konten hiburan baru yang menarik serta kompetitif buat pelanggan. Nanti akan ada brand baru sebagai identitas produk FMC gabungan IndiHome dan Telkomsel.
4. Ada fitur penggabungan tagihan
5. Penggabungan channel customer service IndiHome dan Telkomsel
6. Untuk pemerintah, hadirnya FMC akan mendukung pertumbuhan perusahaan yang berpotensi meningkatkan pendapatan negara dari pajak atau dividen, pertumbuhan tingkat adopsi digital, dan percepatan penetrasi home broadband.
Telkom optimistis sekitar 45 juta pelanggan baru akan datang dalam payung Fixed Mobile Convergence. Dari sisi keuangan, potensi sinergi FMC bisa meningkatkan Earning Before Interest Tax, depreciation, and amortization (EBITDA) Telkom sekitar Rp5 triliun hingga Rp6 triliun per tahun mulai 2027.
Potensi itu bersumber dari efisiensi biaya operasional Rp1,6 triliun hingga Rp1,9 triliun, efisiensi belanja modal Rp300 miliar hingga Rp400 miliar, peningkatan pendapatan langsung Rp3,3 triliun pada 2027.
Telkom memprediksi setelah berintegrasi Telkomsel bisa memiliki pendapatan Rp118,5 triliun di 2023, hingga Rp140,2 triliun di 2027. Pada saat yang sama EBITDA Telkomsel diperkirakan bisa mencapai Rp56,2 triliun pada 2023, Rp58 triliun di 2024, dan Rp67,7 triliun pada 2028.
Jika melihat paparan di atas, FMC diprediksi bisa menjadi mesin pertumbuhan baru bagi operator kalau tidak terjerumus ke perang harga untuk menjadi yang paling murah, melainkan fokus pada pengalaman pengguna.
Operator harus setia bahawa value proposition dari FMC terletak di experience, bukan harga. Diharapkan era FMC tidak akan seperti mobile internet yang harganya bisa cenderung turun dan murah, tetapi mengorbankan kualitas layanan.
@IndoTelko